“Perawan
tua.” Begitu orang desa menyebut wanita yang sudah berumur lebih namun
belum juga menikah. Seperti tuduhan, pertanyaan kapan menikah, sering
kali mengganggu kehidupan mereka. Meskipun mungkin tak ada niat bagi
orang yang bertanya tersebut untuk menyakiti hati orang yang ditanya.
Apabila seorang wanita yang telah berumur lebih itu tidak berfikir
jernih, mungkin saja dia akan mengambil jalan pintas untuk mendapatkan
jodohnya. Seperti yang terjadi pada kawanku Asih. Yang pada suatu hari
datang tergopoh-gopoh ke rumahku.
“Gila! Nggak salah kamu, Sih? Hari gini masih percaya dukun?”
“Udah deh, Dell. Mendingan kamu dengerin apa kataku. Beres kan?” Asih ngotot mau
menjelaskan pikiran ngawurnya padaku. Setelah selesai berkata, tanpa
menunggu lama ia menyeret aku mengikuti langkahnya. Aku hanya bisa
geleng-geleng kepala tak percaya dengan tindakan nekatnya itu.
Mungkin
seperti tembang jawanya Mantos, 'cinta ditolak ya mbah dudun
bertindak'. Huffh… hari yang sangat terik ketika kami sampai ke kediaman
Mbah Cokro. Meskipun panas mentari begitu ganasnya, namun rumah Mbah
Cokro itu sangat adem. Di depan rumah tersebut tumbuh pohon beringin
yang sangat besar dan rindang.
“Dell,
kata orang kampung di sekitar sini, di pohon beringin ini ada
Gandarwonya,” Asih berbisik di telingaku ketika kami lewat di bawah
pohon beringin tersebut.
“Heh!
Kamu jangan macam-macam ya, Sih. Aku udah ngebelain nemenin kamu,
eee…sekarang kau tambahi dengan menakut-nakutiku. Kamu sengaja ya, mau
bikin aku tidak bisa tidur malam ini!” mukaku tak tekuk sedemikian rupa
agar Asih berhenti menerorku dengan mahluk yang aneh-aneh lagi.
Dasar
penakut, itulah aku. Namun dalam hatiku tertawa melihat Asih yang
berjalan merapat di sampingku, setelah dia mengucap sendiri mahluk
tinggi besar kayak raksasa tahayulnya tadi. Hiks, rasain loh! Makannya
jangan sok nakut-nakutin, kalau nggak mau ketakutan sendiri. Hihihihi,
aku tertawa dalam hati. Sudah tak anjurin untuk shalat istikharah, elahdalah malah ngajakin ke tempat begituan, biar saja dia kualat sama Allah karena percaya hal-hal yang musyrik.
Berawal
dari pertemuan kami dengan si ganteng tetangga kami yang baru pulang
dari luar negeri. Si Asih itu ternyata tergila-gila pada pemuda baik
hati dan ramah tersebut. Dia anak tante Aisah. Tante Aisah orangnya
baik, aku sering datang ke rumahnya untuk mengerjakan tugas kuliah
bersama Ady adik Edy. Tante Aisah mempunyai dua putra yang satu kuliah
di luar negeri dan yang satu adalah Ady teman kuliahku.
Asih
bertemu dengan Edy tidak sengaja, waktu itu ketika dia hendak membeli
nasi goreng di warung dekat rumah kami. Rumah kami memang berdekatan.
Asih bekerja sebagai bidan di puskesmas desa kami. Sejak perjumpaannya
dengan Edy waktu itu, Asih sering meminta bantuanku untuk memberikan surat
yang ia tulis untuk Edy. Asih memang teman dekatku, selain memang kami
bertetangga, aku juga sering mengantar ibuku yang sakit-sakitan untuk
berobat di puskesmas tempat ia bekerja.
Orang
tua Edy termasuk dalam deretan orang kaya di desa kami. Dan Asih juga
termasuk lumayan perekonomian keluarga mereka. Sementara aku dan ibuku
sangat pas-pasan. Apalagi sepeninggal ayah, ibuku yang hanya seorang
guru di sekolah dasar, hanya menggandalkan gaji setiap bulan dan hasil
sawah yang tak seberapa untuk melangsungkan hidup kami. Untung ada
kakaku yang sudah bekerja sebagai pegawai di kantor kabupaten yang
membantu perekonomian keluarga kami.
Asih memang sudah pacaran sama si Ganteng tersebut, layaknya pacaran di desa kami, jauh berbeda dengan orang-orang kota.
Kami masih sangat menjaga jarak kalau pacaran. Tetapi selama ini
Asihlah yang selektif menemui dan mengajak si Ganteng jalan. Dan katanya
dia juga telah mengatakan cintanya pada Edy. Tetapi Edy tidak pernah
atau mungkin belum menyatakan cintanya kepada Asih.
Asih
yang usianya sudah matang, sering didesak sama orang tuanya untuk
segera menikah. Sementara Edy masih cuek bebek, bahkan sepertinya tidak
bersemangat untuk meladeni Asih. Aku pernah menyinggung hal ini pada
Asih untuk tahan diri, jangan terlalu ngotot. Menurut pengamatanku nih,
cie ile… Biasanya laki-laki tidak suka dikejar wanita, bahkan kebanyakan
mereka merasa lebih berwibawa untuk mengejar wanita yang susah
ditaklukan. Benar nggak kawan? Yang merasa laki-laki maju selangkah dan
jawab pertanyaanku. Sifat wanita yang kayak gimana sih yang bikin pria
gregetan dan gemas? Simpan sendiri-sendiri jawabannya ya kawan, walah
sok tahu aja sih aku ini. Oke lanjut...
Ketika
aku diajak menemani Asih untuk pergi ke dukun waktu itu, aku sempet
tertawa terbahak-bahak sampai Asih tersinggung mendengar tawaku.
Hahahaha peduli amat! Memang kami sudah sangat akrab, jadi meskipun
marah, itu hanya berlangsung sebentar saja.
Kami
terkejut mendengar suara orang mempersilahkan kami masuk dari dalam
rumah berlantai tanah tersebut, ketika kami baru saja hendak mengetuk
pintu.
Wah,
sakti juga rupanya nih dukun. Jangan-jangan dia juga bisa membaca
pikiran orang, aduh bisa-bisa ketahuan kalau di dalam otakku tercatat
bahwa aku nggak percaya hal-hal macam jimat yang berserak di meja dan di
lemarinya. Ugh… bisa gawat kalau begini? Aduh rupanya aku sudah
ketularan hawa megis dalam ruangan tersebut, ah bagaimana mungkin aku
percaya pada hal begituan? Duh ya Allah lindungilah hambamu ini, bisikku
menenangkan diri. Asih tersenyum dan memang dia itu sudah gila karena
cinta, jadilah otak dan pikirannyapun tak bisa bekerja secara logika.
Logikanya cinta yang tak dapat dipaksakan, apalagi dengan tahayul macam
begitu.
Belum lagi Asih menuturkan keinginnannya, sang dukun tersebut manggut-manggut seolah dia telah mengerti apa mau pasiennya.
“O,
jadi kamu ingin pacarmu bertekuk lutut padamu, baiklah ikut aku,”
suaranya berat, berjanggut panjang, memakai jubah dan ikat kepala. Wuih,
kayak wali saja penampilannya.
Asih
dengan semangat mengikutinya dari belakang, dan aku ikut disiseretnya
masuk. Kami duduk bersimpuh di atas sebuah tikar pandan. Kemenyanpun
disulut di dalam sebuah wadah.
“Siapa namamu, dan nama pacarmu itu?” tanyanya kemudian.
“Asih
Mbah, nama pacarku Edy,” ucap Asih rada gugup. Takut juga dia rupanya,
sama dukun santet jaran goyang macam gitu. Hufh… dasar! Aku mengumpat
pada diriku sendiri mengapa mau datang ke tempat dukun itu.
“Bismilah…kkaksjjb
Asih djhgygu rdgsvd gtrubruyg rjhgbvh cbu ruihu fjjfbffhu Edy
fvhvkhvujh,” sang dukun membacakan manteranya. Aku tak habis pikir
mengapa dia membaca bismilah sebelum mengucap mantra yang dimintanya
dari penunggu jimat yang ia punya.
“Sudah.
Mbah akan membantumu, Edy akan melihatmu dengan tatapan yang berbeda
esok, kalau kamu bertemu dia,” lanjut dukun kibul tersebut.
“Jangan
lupa sebut namanya dan lafalkan doa ini setiap kau melakukan apa saja.
Cuman jangan menyebut namanya ketika kamu buang air besar atau kecil,
nanti dia bisa gila,” ucapnya serius, seraya menyerahkan secarik kertas
berisi tulisan doa yang harus dilafalkan Asih.
Ah
yang bener, kalau aku jadi Asih aku pasti akan melakukan percobaan gila
tadi, apa benar kata-katanya itu? Kak Edy jadi gila, ah kalau beneran
gimana? Kasihan ah orang ganteng begitu kok jadi gila. Aku mulai
ngelantur dengan pikiran yang macam-macam. Percaya deh, seratus persen
kalau hal begituan akan sia-sia saja, meskipun aku ikut manggut-manggut
tanpa sebab aku mengerti atau mengejek. Aku lihat Kak Edy yang taat
beribadah begitu, mana mempan digondam dengan ajian jaran goyang. Aku
tentu saja tahu, karena aku sering ke rumahnya. Dan bahkan kadang kalau
ada tugas kuliah yang tak aku dan Ady pahami, aku akan menanyakannya
padanya. Dia orangnya pintar dan baik.
Ternyata,
masih ada ya di jaman moderen begini yang percaya tahayul macam begitu.
Kadang aku juga sering heran ketika melihat majalah yang berbau mistik
dengan berita-berita tuyul atau dedemit.
Setelah
pulang dari rumah Mbah Cokro tersebut, dan melaksanakan ritual mandi
kembang setaman yang danjurkan oleh dukun itu, Asih kelihatannya
kehilangan kendali dirinya. Dia suka datang ke rumah tante Aisah dan
memberikan oleh-oleh untuknya dan juga tentu untuk menemui Edy.
Kelihatannya dia sudah tidak punya malu lagi. Ya iyalah, itu pasti
karena setan yang bersarang dalam tubuhnya. Namun ternyata tidak ada
reaksi dari Edy sama sekali, setelah Edy melihat Asih. Edy juga tak
kunjung meminta Asih untuk menjadi istrinya. Malah justru semakin risih
dengan tingkah Asih yang sering datang ke rumah untuk menemuinya
tersebut.
Sungguh
Allah maha melihat hambanya yang berbuat salah, karena tidak dihiraukan
oleh Edy, semakin hari Asih sering melamun dan ngelantur nggak karuan,
rupanya jiwanya telah terganggu dan diapun menjadi gila. Sebelum
sakitnya separah sekarang, aku sering datang ke rumahnya dan menyuruhnya
untuk menunaikan shalat, tetapi justru ia mengamuk mendengar nasehatku.
Dan keluarganya juga sama seperti dia lebih memilih membawa Asih ke
paranormal dari pada ke rumah sakit atau kiai untuk didoakan dan meminta
kepada Allah agar diberikan kesembuhan.
Jadi
di sini terlihat jelas tak ada suatu kebaikan yang dapat dipetik dari
tindakan musrik. Menduakan Allah, apapun itu alasannya, adalah suatu hal
yang sangat dibenci-Nya. Semua
pekerjaan atau tujuan yang ditujukan hanya untuk Allah dan datang juga
hanya karena Dia semata, insya Allah banyak sekali hikmahnya di kemudian
hari.
So, mengejar
jodoh dengan didasari kepasrahan bahwa semua itu hanya dari Allah, dan
Allahlah yang mengatur semua kejadian di dunia ini, dan tak usah
khawatir. Melangkah di jalan Allah, karena itulah yang terbaik. Allah
selalu menepati janjinya. Bagi orang yang beriman dan yang berbuat
kebaikan maka Allah akan memberikan hadiahnya yaitu surga Allah yang
kekal. Piiis.