Tidak ada henti-hentinya Sang Polisi Korupsi (KPK) menelusuri harta kekayaan milik Jenderal satu ini Irjen Pol Djoko Susilo. Jika dikalkulasikan, nilai total harta jenderal bintang dua itu ditaksir mencapai Rp 100 miliar lebih. Harta milik tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM itu diduga merupakan hasil Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Menurut pengamat kepolisian, Bambang Widodo Umar, dugaan korupsi pengadaan alat simulator SIM yang dilakukan Djoko Susilo adalah salah satu pendapatan yang tidak wajar. Lemahnya pengawasan menjadi celah para jenderal untuk memperkaya diri sendiri.
Bambang menjelaskan, terkait kekayaan yang didapat sang jenderal harus dicari tahu sumbernya terlebih dahulu. Dia mengatakan, permasalahan saat ini di Kepolisian banyak anggota yang memanfaatkan jabatan untuk mencari uang lebih di luar hasil pendapatannya sebagai abdi negara terutama jabatan fungsional.
Sebagai contoh kata Bambang, jabatan di Kepolisian yang merupakan lapak basah untuk mencari uang yaitu jabatan sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal dan Kepala Satuan Lalu Lintas.
"Masalahnya ini di lingkungan Indonesia, banyak kejahatan dalam jabatan artinya pertukaran antara jabatan dan ditukarkan untuk mendapatkan hasil tambahan, terutama jabatan fungsional," ujarnya.
Dia menjelaskan, jabatan seorang Kasat Serse bisa digunakan untuk mengolah sebuah kasus, seperti tersangka bisa bebas dalam jeratan saat pembuatan Berita Acara Pemeriksaan dan juga penghilangan barang bukti serta merekayasa kasus. Hal tersebut juga tidak berbeda dengan polisi yang bertugas di lalu lintas, seorang Kepala Satuan Lalu Lintas bisa bermain dalam pembuatan SIM, STNK maupun BPKB.
Maraknya pelanggar anggota Kepolisian itu, kata Bambang karena pengawasan di Kepolisian hingga saat ini masih lemah. Sebagai contoh, jika itu terbukti dilakukan oleh anggota Kepolisian sanksi yang didapat anggota tersebut hanya penundaan jabatan atau mutasi lokasi kerja.
"Pengawasan masih belum kuat, paling-paling digeser atau ditunda," papar Bambang.
Meski demikian, sebenarnya Polri mempunyai aturan tersendiri mengenai pejabatnya,
anggota yang mempunyai jabatan di struktural biasanya wajib melaporkan jumlah harta kekayaannya ke KPK. Namun sayangnya, aturan tersebut masih mempunyai kelemahan lantaran pimpinan Polri jarang menindaklanjuti laporan tersebut jika terjadi manipulasi data.
Mengenai Kekayaan Irjen Djoko yang hingga saat ini nilainya terus melonjak fantastis dari harta yang disita KPK, Bambang mengatakan, jumlah tersebut sungguh berlebihan. Dia menjelaskan, harta yang disita KPK dari Djoko merupakan hal yang tidak wajar mengingat Djoko hanya seorang jendral polisi berpangkat bintang dua.
"Yang terkejut bukan hanya kepolisian saja, tapi masyarakat saja sampai heran-heran," jelasnya.
Meski demikian, dia mengatakan seorang pensiunan jenderal bisa memiliki dua rumah seharga ratusan juta dengan catatan mengelola gajinya sejak dia jadi anggota Kepolisian hingga ia pensiun dengan pangkat jenderal. Lebih dari itu, lanjut Bambang, hasil kekayaannya bisa dicari tahu dengan asal usul keluarga. Jika anggota itu berasal dari keluarga kaya itu merupakan turunan, namun jika tidak pasti ada sesuatu dibalik kekayaan itu.
"Kalo di gajinya ditabung sama uang tambahan itu pasti bisa dari tugas sampe pensiun," ujarnya.
"Polri dalam kekuasan tahu betul tidaknya data yang diteliti, Propam meneliti betul-betul pejabat yang melaporkan harta kekayaannya. Kalau bohong, harus ada tindakan tegas seperti tidak dijadikan pejabat lagi untuk menduduki jabatan struktural," pungkas Dosen Pascasarjana Program Psikologi Universitas Persada Indonesia itu.
Sumber: Merdeka.com
Arsip Foto :
Foto oleh ANTARA/Puspa Perwitasari: Sen, 18 Mar 2013
Menurut pengamat kepolisian, Bambang Widodo Umar, dugaan korupsi pengadaan alat simulator SIM yang dilakukan Djoko Susilo adalah salah satu pendapatan yang tidak wajar. Lemahnya pengawasan menjadi celah para jenderal untuk memperkaya diri sendiri.
Bambang menjelaskan, terkait kekayaan yang didapat sang jenderal harus dicari tahu sumbernya terlebih dahulu. Dia mengatakan, permasalahan saat ini di Kepolisian banyak anggota yang memanfaatkan jabatan untuk mencari uang lebih di luar hasil pendapatannya sebagai abdi negara terutama jabatan fungsional.
Sebagai contoh kata Bambang, jabatan di Kepolisian yang merupakan lapak basah untuk mencari uang yaitu jabatan sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal dan Kepala Satuan Lalu Lintas.
"Masalahnya ini di lingkungan Indonesia, banyak kejahatan dalam jabatan artinya pertukaran antara jabatan dan ditukarkan untuk mendapatkan hasil tambahan, terutama jabatan fungsional," ujarnya.
Dia menjelaskan, jabatan seorang Kasat Serse bisa digunakan untuk mengolah sebuah kasus, seperti tersangka bisa bebas dalam jeratan saat pembuatan Berita Acara Pemeriksaan dan juga penghilangan barang bukti serta merekayasa kasus. Hal tersebut juga tidak berbeda dengan polisi yang bertugas di lalu lintas, seorang Kepala Satuan Lalu Lintas bisa bermain dalam pembuatan SIM, STNK maupun BPKB.
Maraknya pelanggar anggota Kepolisian itu, kata Bambang karena pengawasan di Kepolisian hingga saat ini masih lemah. Sebagai contoh, jika itu terbukti dilakukan oleh anggota Kepolisian sanksi yang didapat anggota tersebut hanya penundaan jabatan atau mutasi lokasi kerja.
"Pengawasan masih belum kuat, paling-paling digeser atau ditunda," papar Bambang.
Meski demikian, sebenarnya Polri mempunyai aturan tersendiri mengenai pejabatnya,
anggota yang mempunyai jabatan di struktural biasanya wajib melaporkan jumlah harta kekayaannya ke KPK. Namun sayangnya, aturan tersebut masih mempunyai kelemahan lantaran pimpinan Polri jarang menindaklanjuti laporan tersebut jika terjadi manipulasi data.
Mengenai Kekayaan Irjen Djoko yang hingga saat ini nilainya terus melonjak fantastis dari harta yang disita KPK, Bambang mengatakan, jumlah tersebut sungguh berlebihan. Dia menjelaskan, harta yang disita KPK dari Djoko merupakan hal yang tidak wajar mengingat Djoko hanya seorang jendral polisi berpangkat bintang dua.
"Yang terkejut bukan hanya kepolisian saja, tapi masyarakat saja sampai heran-heran," jelasnya.
Meski demikian, dia mengatakan seorang pensiunan jenderal bisa memiliki dua rumah seharga ratusan juta dengan catatan mengelola gajinya sejak dia jadi anggota Kepolisian hingga ia pensiun dengan pangkat jenderal. Lebih dari itu, lanjut Bambang, hasil kekayaannya bisa dicari tahu dengan asal usul keluarga. Jika anggota itu berasal dari keluarga kaya itu merupakan turunan, namun jika tidak pasti ada sesuatu dibalik kekayaan itu.
"Kalo di gajinya ditabung sama uang tambahan itu pasti bisa dari tugas sampe pensiun," ujarnya.
"Polri dalam kekuasan tahu betul tidaknya data yang diteliti, Propam meneliti betul-betul pejabat yang melaporkan harta kekayaannya. Kalau bohong, harus ada tindakan tegas seperti tidak dijadikan pejabat lagi untuk menduduki jabatan struktural," pungkas Dosen Pascasarjana Program Psikologi Universitas Persada Indonesia itu.
Sumber: Merdeka.com
Arsip Foto :
Foto oleh ANTARA/Puspa Perwitasari: Sen, 18 Mar 2013