Jawa Barat, sebagai provinsi berpenduduk terpadat di Indonesia, baru saja memilih kembali gubernurnya yang merupakan seorang Muslim konservatif. Namun margin yang tipis menunjukkan bahwa kartu agama mungkin kehilangan kekuatannya untuk memenangkan suara di Indonesia.
Pemilihan gubernur Jawa Barat, dengan hasil yang diumumkan minggu ini, datang di tengah kritikan bahwa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhono terlalu lunak pada kelompok militan Islam.
Jawa Barat sendiri dalam beberapa tahun terakhir merupakan tempat terjadinya serangan dengan kekerasan terhadap gereja-gereja dan anggota jemaat Ahmadiyah.
Sejumlah laporan di media menunjukkan bahwa gubernur terpilih, Ahmad Heryawan, dengan kampanye yang mendorong lingkungan Islami di Jawa Barat, telah sepakat dengan kelompok militan untuk melarang Ahmadiyah jika ia terpilih kembali.
Para pejabat kantor gubernur maupun Ahmad sendiri tidak dapat dimintai komentarnya soal ini.
Pada akhirnya, margin kemenangan Ahmad hanya sedikit di atas 30 persen yang diperlukan untuk menang, jatuh dari 40 persen lima tahun lalu.
"Banyak partai sekarang mencoba menjadi partai tengah. Indonesia sangat beragam dan partai-partai yang mendukung keberagaman akan mendapatkan suara,” ujar Airlangga Hartarto, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Golkar.
“Generasi pemilih yang baru lebih terlibat dalam pasar dan budaya global, dan lapangan pekerjaan serta kualitas hidup merupakan prioritas bagi para pemilih ini.”
Hampir dua pertiga penduduk Indonesia berusia di bawah 35 tahun dan mulai menikmati buah dari pertumbuhan ekonomi yang cepat. Dalam pemilihan gubernur Jakarta tahun lalu, para pesaing menggunakan taktik melawan kandidat terdepan Joko Widodo dengan menunjukkan bahwa kandidat wakilnya, Basuki Tjahaja Purnama, adalah keturunan China dan beragama Kristen. Keduanya menang dengan mudah.
Pragmatis
Analis politik dan penasihat wakil presiden, Dewi Fortuna Anwar, mengatakan bahwa Islam merupakan faktor kuat dalam masyarakat yang 90 persen penduduknya mengaku Muslim.
“Namun dalam politik, sebagian besar warga Indonesia masih melihat pada masalah-masalah yang lebih pragmatis,” ujarnya.
Adanya dugaan kasus korupsi yang melanda Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dengan adanya investigasi dalam skandal impor daging sapi, tidak membantu Gubernur Ahmad Heryawan mendapatkan suara lebih banyak.
“Skandal-skandal korupsi memang memiliki dampak terhadap pemilih di tingkat lokal dan nasional,” ujar Dian Permata, peneliti di Freedom House.
“(Partai-partai agama) telah mempresentasikan dirinya sebagai alim dan bersih, namun sekarang ini ada kepindahan pemilih dari partai-partai Islam ke partai-partai nasionalis.”
Partai-partai agama naik popularitasnya setelah mundurnya Soeharto pada 1998. Namun menurut data dari Komisi Pemilihan Umum, dukungan terhadap partai-partai Islam turun hampir 10 persen, menjadi 24 persen dalam pemilihan nasional, antara pemilihan 2004 dan 2009.
Pada akhir 2012, dukungan ini menurun menjadi kurang dari 10 persen, menurut salah satu survei independen.
“Agama bukan lagi masalah utama bagi pemilih, dan seharusnya sebagian besar partai menyadarinya,” ujar Hasto Kristianto, wakil sekretaris jenderal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
(Reuters)