Start By Reading

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang". الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ "Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam". الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ "Maha Pemurah lagi Maha Penyayang". مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ "Yang menguasai di Hari Pembalasan". إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ "Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan". اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ "Tunjukilah kami jalan yang lurus", صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ "(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat".
Monday, February 25, 2013

Minta Cerai Karena Tak Dinafkahi

0 comments
Ma’had Aly an-Nuaimy Jakarta (Mencetak Kader Dai Nasional).

Allah SWT menurunkan syariat dan hukumnya hanya untuk kemaslahatan manusia. Dalam istilah fiqih, maslahat mempunyai dua bagian yaitu mendatangkan manfaat dan menghindari bahaya (mafsadah). Kita harus meyakini bahwa pelaksanaan Hukum Islam, dalam bentuk apapun, pasti melahirkan maslahat. Apabila dirasakan ada kezaliman ketika mentaati hukum Islam, maka yang harus kita lakukan adalah mengkaji pelaksanaan hukum tersebut. Apakah terjadi kesalahan dalam pelaksanaannya.

Kezaliman yang dirasakan dalam melaksanakan hukum Islam dimungkinkan muncul karena dua hal yaitu pertama penyalahgunaan hukum, kedua pelaksanaan hukum Islam yang tidak menyeluruh; hukum Islam dilaksanakan hanya sebagian saja.

Menikah Tanpa Izin Istri Pertama

Dalam hukum Islam, izin istri pertama tidak menjadi syarat bagi pernikahan yang kedua. Pernikahan kedua dianggap sah walaupun tanpa izin istri pertama. Hubungan intim dalam pernikahan tersebut pun tidak dihukumi sebagai perbuatan zina.

Menikah Lagi dengan Melakukan Kebohongan Data

Melaksanakan sebuah perintah dengan diiringi perbuatan yang dilarang Allah SWT termasuk pelanggaran hukum. Pengaruh pelanggaran sebuah larangan pada hukum sah atau tidaknya sebuah perintah yang dilakukan akan sangat bergantung pada larangan tersebut; apakah larangan yang dilanggar termasuk bagian dari perintah tersebut atau larangan tersebut tidak ada hubungannya dengan perintah. Apabila bagian dari perintah, maka berpengaruh pada sah atau tidaknya perintah. Sebaliknya, apabila bukan bagian dari perintah tersebut maka tidak berpengaruh pada sah atau tidaknya pelaksanaan sebuah perintah.

Sebagai contoh, bagaimana hukum shalat yang dilakukan di sebidang tanah hasil dari ghasab (mengambil tanah orang lain secara tidak sah ). Ghasab adalah perbuatan yang dilarang Allah. Ia terpisah sama sekali dari shalat dan bukan bagian darinya. Maka hukum shalat tersebut tetap sah. Akan tetapi orang tersebut berdosa karena melakukan ghasab.

Menikah dengan melakukan kebohongan tentang status diri dinilai sah dan bukan perzinahan. Kebohongan status diri masih bujang bukan bagian dari nikah. Laki-laki yang melakukan pernikahan seperti ini tetap berdosa karena ia berbohong. Namun, pernikahan tetap sah.

Orang Menikah Tidak Dikatakan Zina Walau Nikahnya Tidak Sah

Kita harus ekstra hati-hati dalam melontarkan tuduhan zina kepada seseorang. Apabila tuduhan zina tidak terbukti, maka Islam menghukumi orang yang menuduh dengan qodaf, yaitu dicambuk 80 kali.

Kehati-hatian dalam menuduh zina tersirat dalam hadits yang menyatakan bahwa pelaksanaan hukuman had (al huduud) dibatalkan karena adanya sebuah keraguaan. Lebih baik membatalkan hukuman had daripada melaksanakannya, tetapi masih menyisakan keraguan tentang terjadinya.

Orang yang melakukan sebuah pernikahan yang dinilai tidak sah apabila terjadi hubungan suami istri dalam pernikahan tersebut, maka tidak dihukumi berzina, karena terdapat syubhat (keraguan). Pernikahan menjadi syubhat yang membuat hubungan intim tersebut tidak dikategorikan berzina.

Kapan Istri berhak Mengajukan Cerai?

Seorang Istri diharamkan untuk meminta cerai tanpa ada alasan yang syar’i. Hadits Rasulullah saw menyebutkan bahwa seorang istri yang meminta cerai dari suaminya tanpa ada alasan yang mengharuskan ia meminta cerai, Ia tidak akan mencium wanginya surga. (HR Abu Daud)

Berdasarkan hadits di atas, kita memahami bahwa permintaan cerai dari istri dibolehkan jika ada alasan syar’i. Istri berhak mengajukan cerai kepada suami atau hakim apabila terjadi kezaliman dalam rumah tangga yang dapat membahayakan istri, seperti tidak memberi nafkah, sering memukul, tidak mau shalat dan lain sebagainya. Kaidah fiqih mengatakan: ”adh-dhororu yuzaal” (bahaya harus dihilangkan).

Kapan Istri berhak Menolak Hubungan Intim?

Taat Istri kepada suami disebabkan nafkah. Apabila suami tidak memberi nafkah, maka taat istri tidak bisa dituntut. Seorang istri yang tidak dinafkahi suami berhak menolak ketika diajak untuk berhubungan. Ibnu Qudamah dalam kitan al-mughni menyatakan: ”Apabila istri setuju untuk tetap tinggal dengan suami dalam keadaan suami tidak memberikan nafkah, maka istri tidak wajib melayani keinginan suami.” Demikian pula Imam Syairozi dalam kitab al- Muhazhzhab menyatakan pendapat yang sama.

Ucapan Cerai dengan Kalimat Majaz

Perceraian dengan menggunakan kata atau ucapan secara langsung bisa terjadi dengan dua cara yaitu pertama dengan lafadz shoriih, yaitu dengan kalimat tegas yang dipahami bahwa yang dimaksud adalah cerai tanpa ada makna lain. Lafadz shoriih bisa berbentuk hakikat atau majaz. Kedua dengan cara kinayah, yaitu lafadz tidak tegas yang masih memungkinkan makna lain selain cerai. Seperti “Sudahlah, kalau begitu pulang saja ke rumah orangtuamu”. Perceraian sah apabila menggunakan lafadz shoriih tanpa harus dikonfirmasi terlebih dahulu maksudnya karena hanya mempunyai satu makna yaitu cerai. Sedangkan perceraian dengan lafadz kinayah harus dikonfirmasi terlebih dahulu tentang maksud dari ucapan tersebut apakah cerai atau makna lain. Apabila maksudnya adalah cerai, maka perceraian sudah sah.

Ikut Campur dalam Proses Perceraian

Mempengaruhi seseorang untuk menceraikan istrinya dengan tujuan menzalimi sang istri termasuk hal yang diharamkan dalam Islam. Namun, apabila perceraian tersebut bertujuan menghapus kezaliman suami terhadap istri, maka dibolehkan. Kaidah fiqih mengatakan: “al umuur bimaqoshidiha”. Hukum dan pahala perbuatan tergantung maksud dan tujuannya.

Demikian penjelasan saya, semoga Allah SWT senantiasa memberikan jalan yang terbaik untuk rumah tangga anak Ibu. Amin

Majalah Sabili edisi 5/XIX

Leave a Reply

DisClaimer Notes: Jika di Blog kami ditemukan kesengajaan dan atau tidak sengaja menyakiti siapa pun dan dalam hal apapun termasuk di antaranya menCopas Hak Cipta berupa Gambar, Foto, Artikel, Video, Iklan dan lain-lain, begitu pula sebaliknya. Kami mohon agar melayangkan penyampaian teguran, saran, kritik dan lain-lain. Kirim ke e-mail kami :
♥ amiodo@ymail.com atau ♥ adithabdillah@gmail.com