BAHAGIA bukan datang dari Orang Tua, bukan dari Orang Lain, tetapi dari Diri yang Menjalani. yang merusak ke BAHAGIA an bukan oleh Orang Tua, bukan oleh Orang Lain, tetapi oleh DIRI yang menjalani.
--> Tentukanlah, dengan siapa kau merasa BAHAGIA
Tentu saja kita tidak lupa Kisah klasik Siti Nurbaya yang sampai hari ini masih menginspirasi sekian banyak orang yang mana kehidupan asmaranya dicampuri oleh orang tua. Dalam hal ini, orang tualah yang menentukan siapa calon suami/istri yang membahagiakan baginya.
Tulisan kali ini mengangkat topik tentang intervensi orang tua terhadap jodoh yang mengarah kepada harapan akan sebuah kebahagiaan.
Sebenarnya, Semua telah diciptakan dengan berpasang-pasangan, baik hal terkecil pun sampai terbesar semuanya sudah mempunyai pasangannya sendiri, dan pasangan yang sudah ditentukan tak dapat lagi dipisahkan. Begitu juga manusia, manusia pun juga sudah ditentukan pasangannya siapa, jodohnya siapa, pendamping hidupnya siapa, dan sebagainya.
Benar sekali jodoh itu sudah ada yang menentukan, tetapi tidak dengan tinggal diam saja dan menunggu, tetapi harus disertai dengan sebuah ikhtiar dan do'a, hal ini dilakukan agar jodoh yang sudah ditentukan benar-benar yang terbaik bagi kita.
Namun bagaimana kita mengungkap sebuah makna "Ketika Jodoh Di Tangan Orang Tua." Sungguh hal menarik bukan? Sudah tak perlu kaget jika sekarang makin marak orang tua yang menjodohkan anaknya dengan pilihannya. Mungkin bagi orang tua ingin memberikan yang terbaik buat anaknya, orang tua sebenarnya bagus untuk menentukan jodoh anaknya atas pilihannya.
Tetapi ada beberapa hal alasan orang tua menjodohkan anaknya dengan pilihannya:
a. Tidak Ingin Anaknya Sengsara
Orang tua yang beralasan seperti ini biasanya terjadi karena calon pendamping hidup yang dipilih anaknya sendiri tidak memenuhi kriteria, misalkan saja (maaf) penuh keterbatasan. Keterbatasannya baik secara materi ataupun disabilitas. Nah, anaknya yang cantik dan mungkin saja tingkatannya lebih tinggi membuat pandangan orang tua berbeda, disini akan terlahir sebuah pandangan bahwa kebahagiaan itu tidak akan terjadi jika dua orang berlawan jenis berbeda tingkat annya.
b. Orang Tua Malu
Malu dong jika pilihan anaknya jauh banget dari kriteria, kita kan orang besar, malu sama tetangga, sama rekan masak calonnya seperti ini, sudah terlihat masa depan suram. hehehe. Ya paling tidak sepadan lah, jangan yang seperti ini. Bla...bla..bla...
c. Alasan lain
Dan alasan lainnya adalah bahwa orang tua menjodohkan anaknya dilihat dahulu dari keturunan siapa, pekerjaan nya apa, dan lain-lainnya. Sudah pasti orang tua yang menjodohkan anaknya punya beberapa alasan lainnya yang lebih penting lagi. Misalkan saja berhati-hati sebelum terlanjur menyesal, melihat bahwa calonnya anak pen*ahat, anak peng**is, dan tidak rajin beribadah dan lain-lainnya, untuk lebih memastikan bahwa anaknya nanti bisa hidup bahagia.
Sebenarnya hal yang wajar jika orang tua menginginkan anaknya bahagia, disini ada dua pertanyaan yang mungkin bisa dijawab oleh orang tua? Apakah menjodohkan anaknya dengan calon pilihannya itu benar-benar ingin membahagiakan anaknya ataukah ingin membahagiakan dirinya sendiri? Penulis yain 1000% orang tua akan bahagia jika anak menuruti pilihan orang tuanya, tetapi ada satu pertanyaan yang lebih penting lagi, apakah orang tua yakin? bahwa anak yang dijodohkan bukan pilihannya membuat dia bahagia? Ehemm, sudah dipastikan dihati terdalam anak ada sebuah keterpaksaan, sebuah tekanan, dan semua itu demi kebahagiaan orang tuanya.
Jika sang anak memilih jodohnya sendiri dan itu tidak cocok bagi orang tuanya, pasti orang tuanya akan sedih. Begitu juga sebaliknya, jika orang tuanya memilihkan jodoh untuk anaknya dan tidak cocok bagi anaknya, maka anaknya pun sedih.
Sebenarnya dalam hal memilih pasangan hidup, tanda ia jodoh adalah adanya kecocokan dan saling keterikatan, tidak masalah perbedaannya dari segi apa, perbedaan bukan lah yang menentukan kebahagiaan, nabi muhammad saw adalah anak yatim piatu dan miskin tetapi mendapatkan jodoh yang kaya raya, tetapi beliau dengan istrinya sangat bahagia sekali.
Jadi, hak memilih pasangan hidup adalah anaknya dan hak orang tua hanya memberikan pesan, pendapat, dan dukungan bukan dengan memaksa anaknya. Dan satu hal lagi, yang menentukan kebahgiaan adalah restu dari orang tua, jikalau memang pilihan anaknya tidak cocok, hal yang pantas dilakukan oleh orang tua adalah selalu berdoa dan meluaskan restu untuk anak dan menantunya, pasti dengan itu akan sama-sama bahagia nantinya. Dan anak pun juga demikian, hendaklah memilih pasangan yang benar-benar pasangan itu bisa diajak berubah menjadi baik dan memiliki sopan santun dan etika.
Semoga Bermanfaat