Oleh: Abu Hudzaifah
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
"Dan (Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar." (Luqman : 13)
AYAT di atas mengambar bagaimana Luqman Al-Hakim tengah memberi pelajaran kepada anaknya. Sebuah tugas orantua yang harus ditunaikan dengan sebenar-benarnya. Dan, boleh jadi tugas ini akan dimintai pertanggungjawaban kelak ketika kita menghadap Allah SWT. Sebuah tugas yang kadang bagi sebagian orantua kurang memberi perhatian dan lebih memilih untuk menyerahkannya kepada ustadz/ustadzah sang anak. Padahal, akan terasa beda bila tugas memberi mau'izhah ini diemban oleh orantua sendiri.
Ayat di atas mengambarkan bagaimana seorang manusia shalih memberi mau'izhah kepada buah hatinya dengan bijaksana dan penuh kesabaran. Sebab, menurut sebuah riwayat, konon anak Luqman tersebut dulunya seorang yang ingkar. Berkat hidayah Allah dan ketelatenan serta kesabaran Luqman Al-Hakim, sang anak menjadi anak yang beriman kepada Allah.
Yang perlu kita pahami bersama, sebenarnya apa kandungan dari konsep mau'izhah yang diterapkan oleh Luqman Al-Hakim kepada anaknya tersebut? Sebab, dengan memahami kandungan dari konsep tersebut akan membantu kita untuk mencoba menerapkannya saat kita mendidik anak-anak kita.
Menurut Abu Bakar Al-Jazairi, yang dimaksud dengan memberi mau'izhah adalah menyampaikan perintah, larangan, memunculkan rasa harap, dan menanamkan rasa takut. Artinya, sebagai orantua hendaknya kita menyapaikan perintah dan larangan Allah dan Rasul-Nya. Sebab, rata-rata kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia bersumber dari perintah yang diabaikan dan larangan yang dilanggar. Di sisi lain, rasa harap dan takut harus dimiliki oleh setiap muslim dalam menjalankan setiap perintah dan menjauhi setiap larangan tersebut.
Sedangkan, menurut Imam Mawardi, yang dimaksud dengan memberi mau'zhah di sini adalah memberi peringatan dan mendidiknya agar lebih beradab. Artinya, mendidik anak harus memiliki tujuan yang hendak dicapai, salah satunya adalah menjadikan anak lebih beradab. Yaitu, lebih beradab kepada Allah, beradab kepada Rasulullah SAW, beradab kepada orantua, beradab kepada sesame, beradab kepada makhluk Allah yang lain.
Ada yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan memberi mau'izhah adalah memberi nasihat dan arahan dengan cara yang bijak.
Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
"Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik." (QS: An-Nahl : 125).
Dalam sebuah hadits, Al-Urbadh bin Sariyah pernah menyampaikan, "Rasulullah SAW pernah menyampaikan khutbah di hadapan kami yang mengandung sebuah mau'idhah yang mampu melelehkan air mata dan menggetarkan hati."
Menurut Al-Alusi, mau'izhah adalah ancaman yang disertai menakut-nakuti. Hal ini terlihat nyata dalam pemaparan Luqman Al-Hakim saat memberi mau'izhah kepada anaknya;
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar." (QS: Luqman : 13). Di sini, ia mengambarkan bahwa mensektukan Allah sama artinya melakukan sebuah kezaliman yang amat besar, tentunya balasanya pun juga seberat-beratnya adzab.
Dengan merujuk kepada pemaparan para ulama tafsir di atas, kita memiki pijakan yang jelas bagaimana seharusnya memberi mau'izhah kepada anak. Juga meyakinkan kita bahwa anak pun butuh mau'izhah yang akan menjadi dasar dan konsep hidupnya kelak. Semoga bermanfaat. Wallahu a'lam.*
Pemerhati masalah parenting dan penulis buku
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
"Dan (Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar." (Luqman : 13)
AYAT di atas mengambar bagaimana Luqman Al-Hakim tengah memberi pelajaran kepada anaknya. Sebuah tugas orantua yang harus ditunaikan dengan sebenar-benarnya. Dan, boleh jadi tugas ini akan dimintai pertanggungjawaban kelak ketika kita menghadap Allah SWT. Sebuah tugas yang kadang bagi sebagian orantua kurang memberi perhatian dan lebih memilih untuk menyerahkannya kepada ustadz/ustadzah sang anak. Padahal, akan terasa beda bila tugas memberi mau'izhah ini diemban oleh orantua sendiri.
Ayat di atas mengambarkan bagaimana seorang manusia shalih memberi mau'izhah kepada buah hatinya dengan bijaksana dan penuh kesabaran. Sebab, menurut sebuah riwayat, konon anak Luqman tersebut dulunya seorang yang ingkar. Berkat hidayah Allah dan ketelatenan serta kesabaran Luqman Al-Hakim, sang anak menjadi anak yang beriman kepada Allah.
Yang perlu kita pahami bersama, sebenarnya apa kandungan dari konsep mau'izhah yang diterapkan oleh Luqman Al-Hakim kepada anaknya tersebut? Sebab, dengan memahami kandungan dari konsep tersebut akan membantu kita untuk mencoba menerapkannya saat kita mendidik anak-anak kita.
Menurut Abu Bakar Al-Jazairi, yang dimaksud dengan memberi mau'izhah adalah menyampaikan perintah, larangan, memunculkan rasa harap, dan menanamkan rasa takut. Artinya, sebagai orantua hendaknya kita menyapaikan perintah dan larangan Allah dan Rasul-Nya. Sebab, rata-rata kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia bersumber dari perintah yang diabaikan dan larangan yang dilanggar. Di sisi lain, rasa harap dan takut harus dimiliki oleh setiap muslim dalam menjalankan setiap perintah dan menjauhi setiap larangan tersebut.
Sedangkan, menurut Imam Mawardi, yang dimaksud dengan memberi mau'zhah di sini adalah memberi peringatan dan mendidiknya agar lebih beradab. Artinya, mendidik anak harus memiliki tujuan yang hendak dicapai, salah satunya adalah menjadikan anak lebih beradab. Yaitu, lebih beradab kepada Allah, beradab kepada Rasulullah SAW, beradab kepada orantua, beradab kepada sesame, beradab kepada makhluk Allah yang lain.
Ada yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan memberi mau'izhah adalah memberi nasihat dan arahan dengan cara yang bijak.
Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
"Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik." (QS: An-Nahl : 125).
Dalam sebuah hadits, Al-Urbadh bin Sariyah pernah menyampaikan, "Rasulullah SAW pernah menyampaikan khutbah di hadapan kami yang mengandung sebuah mau'idhah yang mampu melelehkan air mata dan menggetarkan hati."
Menurut Al-Alusi, mau'izhah adalah ancaman yang disertai menakut-nakuti. Hal ini terlihat nyata dalam pemaparan Luqman Al-Hakim saat memberi mau'izhah kepada anaknya;
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar." (QS: Luqman : 13). Di sini, ia mengambarkan bahwa mensektukan Allah sama artinya melakukan sebuah kezaliman yang amat besar, tentunya balasanya pun juga seberat-beratnya adzab.
Dengan merujuk kepada pemaparan para ulama tafsir di atas, kita memiki pijakan yang jelas bagaimana seharusnya memberi mau'izhah kepada anak. Juga meyakinkan kita bahwa anak pun butuh mau'izhah yang akan menjadi dasar dan konsep hidupnya kelak. Semoga bermanfaat. Wallahu a'lam.*
Pemerhati masalah parenting dan penulis buku