Catatan Pagi Hari
Kubuka pagi dengan doa, dalam himpitan kantuk dengan gerakan yang nyaris otomatis, namun tetap saja itu doa. Doa yang berisi impian bukan keinginan, karena bagiku lebih baik memulai hari dengan bermimpi ketimbang berkeinginan. Mimpi itu terasa ringan, terasa membebaskan.
Letaknya hampir di luar diri, tampak jauh tidak terjangkau namun kesan yang ditimbulkannya sangat menyenangkan. Kau juga bisa bermimpi tentang apapun, bahkan sesuatu yang kelihatannya mustahil diwujudkan! Ya, karena dalam impian tidak ada hukum, tidak ada batasan, dan yang terbaik hanya ada dirimu sendiri.
Sebaliknya keinginan adalah beban, terasa berat dan seringnnya menyesakkan. Ia adalah sesuatu yang sepanjang waktu terasa bergelayut di pundakmu, membuat kepalamu penuh dengan rencana-rencana yang saling sengkarut. Dan ketika kau menyadari kau tidak punya banyak waktu hari ini, keinginan membuatmu penat dan akhirnya membuat awal harimu menjadi jelek, dan selanjutnya sepanjang hari menjadi sebuah mimpi buruk. Sebab itu selalu kumulai hariku dengan bermimpi. Dan mimpi yang menyisip dalam alunan doa akan memiliki daya gedor yang berlipat-lipat. Aku bahkan tidak menyadari, perlahan tapi pasti, impian itu telah mewujud dengan sendirinya dalam hari-hariku.
Matahari menyambutku dengan sulur keemasannya yang lembut, membiaskan semua menjadi kemilau yang hangat. Pagi ini ia bertukar peran dengan hujan yang seharian kemarin membasahi setiap jengkal kota dengan rinainya. Tidak, aku tidak kembali menutup mata, kebiasaan itu hanya membuat hariku terasa pendek, terasa diburu-buru.
Setelah menelan segelas air putih dingin sisa semalam, aku merapikan meja kerjaku, beranjak ke luar ruangan menikmati udara pagi. Pohon-pohon di tepi jalan masih terlihat basah oleh enbun pagi, yah..!! itu menampah keindahan pagi. Pagi ini terasa sangat sempurna bagi jalinan benang-benang kapas itu untuk mengeringkan diri dalam buaian hangat sinar matahari.(*)