Start By Reading

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang". الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ "Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam". الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ "Maha Pemurah lagi Maha Penyayang". مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ "Yang menguasai di Hari Pembalasan". إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ "Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan". اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ "Tunjukilah kami jalan yang lurus", صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ "(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat".
Monday, December 24, 2012

Oleh-Oleh Cerita dari Tanah Rasulullah

0 comments

post by : Aswary Agansya
Siang itu, sekitar pukul 10:30 WIB aku dan dua sahabatku tengah berjuang mengayuh sepeda melewati lorong-lorong gang Jl. Rajawali II kota Sampang. Siang yang suhu panasnya mencapai derajat tertinggi itu, kami mencari sebuah rumah sahabat yang sedang melangsungkan pernikahan. Maklum, aku belum pernah berkunjung ke rumah gadis itu sebelumnya, walau sebenarnya dulu sewaktu SMA kami sudah saling kenal. Kota Sampang bukanlah kota besar seperti Surabaya yang memiliki jalan bercabang. Sampang adalah salah satu kota kecil yang ada di Madura (tapi kok kami bisa nyasar ya? Ya gitu deh. Takdir. Hehehe). 

Setelah lima belas menit berputar-putar dan sempat tersasar, akhirnya kami bisa bernapas lega. Kami menemukan juga rumah sang pemilik acara yang kebetulan rekan kerja sesama guru di sekolah yang menaungiku. Alunan musik dangdut modern menyambut kedatangan kami, pun tak lupa sang mempelai ikut serta melemparkan senyuman terindahnya begitu melihat kaki kami memasuki pelataran rumah mereka.

Aku menangkap rona bahagia di wajah pengantin muda itu, ya, rona bahagia yang menyiratkan kelegaan karena prosesi akad nikah mereka yang berjalan dengan lancar tanpa ada halangan. Kami berjabat tangan. Aku dan kedua sahabatku pun dipersilahkan duduk. Aku benar-benar diselimuti wajah-wajah bahagia, pikirku saat itu.

Tak begitu lama, tiba-tiba suatu hal membuatku terkejut. Pundak kananku ditepuk seseorang tanpa sepengetahuanku.

"Subahanallah...!!!" seruku tepat saat mengetahui siapa yang melayangkan tepukan ke pundakku. Dialah pemuda sekaligus sahabat yang baru saja pulang umroh di tanah suci Mekah. Pemuda itu bernama Fitroh.

"Waduh, ketemu disini rupanya," seru Fitroh padaku sembari tersenyum.

"Loh, kapan kau datang?" kataku balik bertanya.

"Aku datang malam Minggu. Kamu kemana kok tidak menyambut kedatanganku? Di rumah rame loh..."

"Apa? Malam Minggu? Kebetulan malam Minggu kemarin aku sakit Fit. Jadi nggak bisa keluar rumah."

"Waduh, ternyata di Sampang musim orang sakit ya,"

"Benar Fit, akibat cuaca yang tak menentu kali ya. Eh, kayaknya aku sekarang harus panggil pak haji deh," seruku sambil tertawa. Fitroh pun ikut tertawa mendengar ucapanku.

Pelan-pelan, kutatap wajah pemuda itu. Ada sesuatu yang berbeda yang membuat kedua mataku terus terpesona. Ya, kulit Fitroh tampak lebih putih, bersih dan halus. Wajahnya pun tampak bercahaya. Apa ya rahasianya? (hahaha, kayak iklan aja nih yeee...)

"Wajahmu bersinar Fit. Pasti kamu bahagia di sana. Cerita dong..."

"Ah, kapan-kapan kamu ke rumahku saja. Nanti kuceritakan semua. Di sini bukan tempat yang tepat." Timpal Fitroh membuatku penasaran.

"Baik. Hari Senin aku ada jadwal mengajar. Nanti aku mampir ke rumahmu ya."

***

(Jumat, 31 Agustus 2012)

Jika harus menunggu hari Senin tiba, aku rasa masih terlampau jauh untuk menyimpan lagi kepenasaranku. Sedangkan hatiku telah lama diselimuti rasa super penasaran ingin segera mendengar rangkaian cerita perjalanan religi seorang Fitroh di tanah Rasulullah. Tanpa ba bi bu lagi, kuputuskan saja Jumat pagi segera bersilaturahmi ke rumah Fitroh. Tak tanggung-tanggung, aku berangkat pukul tujuh pagi dan tak lupa pula kuajak kedua sahabatku, Lian serta Anas ikut berkunjung ke rumah Fitroh yang terletak di desa Pangelen, Sampang. Kami bertiga mengendarai angkutan umum dan benar-benar menikmati perjalanan kami. Pemandangan alam selama perjalanan berlangsung sangat indah menyejukkan mata. Kanan kiri jalan dikelilingi hijaunya persawahan.

Rasa penasaran yang memenuhi batinku tentang Baitulah telah membawaku hingga ke rumah sederhana kediaman Fitroh. Aku terlampau egois ingin mengetahui segala sesuatu yang belum pernah kuketahui, termasuk suasana di tanah suci sana.

"Aku tidak tahu harus cerita darimana, yang jelas menurutku kehidupan disana tidak bisa diukur dengan pikiran. Semua tergantung amal perbuatan kita di Indonesia," tutur Fitroh memandang kami bertiga.

"Kok kamu bisa bilang begitu?" tanyaku.

"Iya. Aku merasa Allah melindungiku selama aku berada disana. Pernah aku berangan-angan ingin makan ayam, eh ternyata ada seseorang yang mengetuk pintu apartemenku dan menyodorkan beberapa potong ayam goreng padaku. Pernah juga aku berangan-angan ingin mencicipi nasi bukhari, tiba-tiba ada seseorang yang memberiku sepiring nasi bukhari. Allah benar-benar mengetahui apa yang ada di benak hamba-hambaNya,"

"Ada satu hal yang membuatku semakin yakin bahwa Allah benar-benar Maha memberi," kata Fitroh dengan pandangan mata tampak menerawang. Aku, Lian, dan Anas masih terdiam tepat dihadapan pemuda bersarung dan berpeci itu.

"Kalian tahu sendiri kan kondisi keberangkatanku. Saat itu aku hanya membawa uang saku sebesar empat ratus riyal. Tapi subahanallah, aku benar-benar terharu,"

"Terharu kenapa? Kamu kecopetan?" celetukku.

"Bukan. Bukan itu. Saat aku sholat di Masjidil Haram, tiba-tiba ada orang asing menyelipkan beberapa lembar uang kesakuku. Tepat sekali di saat aku tengah melaksanakan sholat. Setelah kuketahui, ternyata uang itu berjumlah seratus riyal."

"Subahanallah... Kamu tau siapa orang itu Fit?" Lian tertegun. Fitroh pun menggelengkan kepalanya pertanda tidak mengetahui siapa orang pemberi uang itu.

"Aku benar-benar tidak tahu siapa orang asing itu..."

Belum sempat Fitroh melanjutkan ceritanya, tiba-tiba muncullah bibi Fitroh dari balik pintu yang tengah membawa nampan berisi dua piring penuh kurma dan tiga gelas air zamzam.

"Ini, silahkan diminum. Ini air zamzam asli. Aku sendiri yang mengambilnya spesial untuk sahabat-sahabatku."

Aku merogoh gelas itu, kuamati sekilas kemudian kuteguk isinya. Aku bersyukur bisa meminum air bersejarah itu. Menurut informasi yang pernah kubaca, air zam-zam merupakan air mineral terbaik di seantero celah dunia. Dan yang membuatku tersita sekaligus tercengang, meski sejak zaman Rasulullah hingga sekarang banyak masyarakat di dunia yang mengambil air zamzam tersebut, namun sumur zamzam tidak pernah merasakan kata "kekeringan". Inilah salah satu kebesaran Allah.

Fitroh kembali melanjutkan pengalamannya ketika berada di tanah suci sana, ketika ada rekan dari Sampang tiba-tiba bisa berlari setibanya di tanah suci, padahal sebelumnya jika berjalan harus memakai bantuan kursi roda. Cerita Fitroh semakin meluas mulai dari tawaf, mencium hajar aswad, berkunjung ke monumen pertemuan Adam dan Hawa, melihat jam tertinggi dan terbesar di dunia hingga pengalaman menitikkan air mata ketika hendak bertolak ke Indonesia. Bahkan Fitroh juga menunjukkan koleksi foto selama di tanah suci di komputer jinjing miliknya.

Sontak ada kecemburuan yang tiba-tiba muncul di hatiku. Kapan aku bisa berkunjung ke tanah Rasulullah? Tanah impian semua umat Islam di dunia? Ingin sekali aku mencium aroma kedamaian hati disana. Di tanah suci kelahiran para Nabi.

"Kudoakan semoga kalian bisa berkunjung ke Baitullah, merasakan bahagia seperti yang aku rasakan... Amin..." Kata pemuda itu mengakhiri ceritanya.

*Kamarku. Sampang, 31 Agustus 2012.
Tengah Malam.
Tanah Garam, Madura.
***


Tentang Penulis
Aswary Agansya mahasiswa Universitas Madura (UNIRA) jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Pemuda kelahiran kota Surabaya, pada 4 Oktober 1987 ini gemar sekali membaca dan menulis. Karya-karya Aswary yang pernah diterbitkan adalah novel Imagination of Love (LeutikaPRIO, 2011), novel Menari di Atas Tangan (LeutikaPRIO, 2011), antologi bersama Be Strong Indonesia #3 (writers4indonesia, 2010), antologi Curhat Cinta Colongan #3 (nulisbuku.com, 2011), antologi E-Love Story #21 (nulisbuku.com, 2011), antologi Surat Terakhir Untuk Penghuni Venus (nulisbuku.com, 2011), antologi Dear Someone (nulisbuku.com, 2011), antologi Selaksa Makna Ramadhan (LeutikaPRIO, 2011), antologi Long Distance Friendship (LeutikaPRIO, 2011). Aswary juga pernah mendapat juara 3 dalam Sayembara Cipta Cerpen UNIRA 2011. Jika ingin berinteraksi, bisa menghubunginya di email: aswary.agansya@gmail.com serta www.aswarysampang.blogspot.com

Leave a Reply

DisClaimer Notes: Jika di Blog kami ditemukan kesengajaan dan atau tidak sengaja menyakiti siapa pun dan dalam hal apapun termasuk di antaranya menCopas Hak Cipta berupa Gambar, Foto, Artikel, Video, Iklan dan lain-lain, begitu pula sebaliknya. Kami mohon agar melayangkan penyampaian teguran, saran, kritik dan lain-lain. Kirim ke e-mail kami :
♥ amiodo@ymail.com atau ♥ adithabdillah@gmail.com