Oleh
Phapa
Yadien Manggenggula pada 7 April 2012
Sekilas ku pandangi hidungmu, matamu, bibirmu, pipimu, dan ku usap dahimu sampai ke ujung rambutmu…. aku menangis mengingat kembali perjuangan cintamu atas diriku yang dulu sempat mengelak dari kenyataanku….
Sekilas ku pandangi hidungmu, matamu, bibirmu, pipimu, dan ku usap dahimu sampai ke ujung rambutmu…. aku menangis mengingat kembali perjuangan cintamu atas diriku yang dulu sempat mengelak dari kenyataanku….
engkau
sabar…
engkau
tersenyum saja…
padahal
dirimu sedang berhadapan dengan kerasnya diriku dan tegaknya
emosiku…
engkau
tabah…
engkau
hanya bilang ”sekalipun kau tancapkan pisau ke jantungku berulang-ulang
kali di tempat yang sama…. aku akan terus hidup dengan mempertahankan cintaku
padamu… cintaku pada orang tuamu… cintaku pada saudara2mu…”
aku
sadar… itu masa2 kebodohanku.
Pandanganku
terus tertuju pada dinding perutmu yang sesekali membuncit di satu arah karena
pergerakan baby kita…
kepalaku
mendekat menempel..
terasa
denyutan normal menggerutu di telinga ku…
bergerak
perlahan…perlahan….
dan
akupun menangis lagi…
engkau
sabar melindunginya…
engkau
sabar menyuapkan nasi…
engkau
sabar menggendongnya sendiri…
engkau
sabar merasakannya sendiri…
meski
aku kadang jauh darimu….
Tersentak
aku ingat ibuku sendiri yang susah payah menaikan berat badanku kala aku dalam
kandungannya…
Istriku
yang teramat aku sayang…
aku
bangga padamu yang telah melindungi dan menutupi keburukanku masalalu dengan
ramahnya senyummu…
Istriku
yang teramat ku cintai….
aku
bangga pada kesabaranmu yang mampu melunakkan kerasnya egoku…
aku
bangga atas semua pengorbananmu yang mampu bertahan dengan berbagai peristiwa
sadis yang aku lakukan…
sampai…aku
menyesal…menyesal…karena dulu aku begitu jahat melalaikanmu …
aku
bangga padamu yang selalu ada waktu buatku..dan buat keluargaku…meski…aku…..
akh,,,aku
tak mampu bercerita lagi…
maaf…
maaf.. maafkan aku istriku..