Ketika Indonesia telah merdeka dan
menjadi satu Negara yang diberikan karunia oleh Allah SWT untuk bisa
mengelola dirinya sendiri, Indonesia telah diwarisi oleh Pemerintah Kolonial
Hindia Belanda empat masalah dalam dunia pendidikan dan kebudayaan sebagaimana
yang telah disebutkan di dalam Tafsir Asasi Pelajar Islam Indonesia berikut :
“Paham Barat yang demikian pada waktu
itulah yang menghilangkan segala cita-susila. Politik Adabi (Ethische
Politiek) juga hanya dianut oleh beberapa orang – pemimpin zaman Hindia
Belanda seperti Mr. K. T. Van Deventer (karangannya “Een eerschuld = Hutang
Budi), Mr. P. Brooschooft, Snouck Hurgronje dll, tak lepas dari perhitungan
komersalisme pula. Maka apakah yang kita warisi dari zaman kolonial itu?
1. Kepincangan di dalam lapangan
pendidikan, pengajaran dan kebudayaan yang berdasar kebendaan dan menghilangkan
agama.
2. Adanya semangat budak.
3. Rasa kurang harga diri
(miderwaardig – heidscomplex)
4. jiwa yang beku (statis).
Karena insyaf akan
kekurangan-kekurangan itulah, maka PII lalu bergerak menuju kepada
kesempurnaan. Memang kaum penjajahlah yang telah menggali jurang-jurang pemisah
itu untuk memecah belah masyarakat Indonesia sejak mudanya.”
Keempat persoalan tersebut telah
membawa bangsa Indonesia kepada perpecahan sehingga sebagai sebuah bangsa,
Indonesia tidak mampu menunjukan kekuatan potensialnya menjadi kekuatan aktual
yang luar biasa. Sebagaimana yang kita ketahui bersama, hari ini tidak kurang
dari 220 juta orang menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Sumber daya alam
terbentang luas dengan beragam kekayaan yang sangat besar. Akan tetapi
sebagaimana yang kita ketahui bersama pula, ia tidak berdampak signifikan bagi
keadaan dan kemajuan bangsa Indonesia.
Bila kita mengikuti standar Bank Dunia,
maka penduduk miskin di Indonesia hampir mencapai setengah dari jumlah
penduduknya. Yang kedua, Indonesia sudah merdeka selama lebih dari 60 tahun.
Tapi untuk mengajarkan rakyatnya tentang kebersihan dan jangan membuang sampah
sembarangan saja bangsa ini belum juga berhasil. Buktinya, 30 persen banjir di
Jakarta disumbang akibat sampah yang dibuang di sembarang tempat. Kita
tidak perlu menunjukan data-data yang lainnya, karena dengan informasi ini
saja, menunjukan banyak hal kepada kita tentang keadaan pendidikan dan
kebudayaan bangsa Indonesia.
Kami, Pengurus Besar Pelajar Islam
Indonesia (PB PII) merasa senang dengan adanya suatu pemikiran dari kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan untuk berusaha meningkatkan keadaan pendidikan dan
kebudayaan di Indonesia melalui rumusan kurikulum 2013. Kami tetap berharap
semoga rumusan pemikiran tersebut benar-benar mampu memberikan jalan keluar
bagi bangsa Indonesia sehingga akan memberikan derajat dan martabat kepada
bangsa Indonesia di hadapan Allah SWT dan bangsa-bangsa lainnya di dunia.
Akan tetapi, kami merasa bahwa
kurikulum 2013 tersebut tidak menjawab persoalan pendidikan dan kebudayaan
bangsa Indonesia yang telah diwariskan oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda
sejak lebih dari 60 tahun yang lalu. Yakni “Kepincangan di dalam lapangan
pendidikan, pengajaran dan kebudayaan yang berdasar kebendaan dan menghilangkan
agama”. Meskipun UU Pendidikan Nasional telah menyebutkan bahwa tujuan
pendidikan adalah untuk melahirkan manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu dan seterusnya. Akan tetapi, justru kami melihat
kurikulum 2013 tersebut tidak ditujukan secara sungguh-sungguh untuk hal
tersebut.
Kesimpulan kami ini bukan tanpa alasan
dan pemikiran. Akan tetapi berdasarkan suatu pemikiran atau idiologi pendidikan
dan kebudayaan yang kami yakini kebenarannya, yakni Islam. Bahwa, hanya dengan
menyesuaikan diri dengan kesempurnaan Islam sajalah lapangan pendidikan dan
kebudayaan Indonesia akan mampu mengangkat derajat dan martabat bangsa di
hadapan Allah SWT dan bangsa yang lainnya.
Dengan segala kekurangan dan
keterbatasan yang kami miliki, Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB PII)
bermaksud memberikan masukan kepada kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Negara
Republik Indonesia yang memiliki otoritas kekuasaan dalam lapangan pendidikan
dan kebudayan di Indonesia. Kami berharap, dengan masukan ini akan membuat
kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan yang sesuai Islam di Indonesia
semakin terwujud. Berikut beberapa masukan yang kami berikan :
- Peningkatan kualitas guru dan tenaga pendukung pendidikan seharusnya menjadi suatu program pertama dan utama dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan kebudayaan di Indonesia. Program ini harus dilaksanakan dengan benar-benar serius sehingga akan berdampak besar terhadap kualitas pendidikan di Indonesia.
- Otoritas untuk meluluskan diserahkan kepada guru. Itu adalah bentuk pengakuan dan penghormatan kepada guru yang memiliki otoritas keilmuan. Ujian Nasional, atau apapun nama-nama lainnya yang maksudnya sama dengan itu tidak menunjukan suatu itikad baik untuk menghormati guru sebagai penopang pendidikan. Ujian Nasional tidak berdampak secara sistematis untuk mewujudkan tradisi keilmuan yang berakar kuat dalam interaksi kehidupan yang meluas di masyarakat. Oleh karena itu, mulai dari semenjak dini murid harus disadarkan akan kedudukan guru yang mulia. Dan calon-calon guru harus disiapkan dari murid-murid yang terbaik pula.
- Pendidikan dan kebudayaan harus menjadi hal yang utama dalam kehidupan bangsa. Pendidikan utamanya bukan untuk memenuhi kebutuhan industri, tapi pendidikan untuk melahirkan manusia yang baik. Oleh karena itu, kebutuhan industri dan ekonomi seharusnya mengalah kepada kebutuhan untuk melahirkan manusia yang baik. Dan justru bukan sebaliknya, bahwa kebutuhan akan industri dan ekonomi mengalahkan kebutuhan bangsa ini akan kelahiran manusia yang baik.
- Pendidikan harus berdimensi transenden. Nilai transenden harus menjadi acuan utama dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, nilai transenden harus ada di dalam seluruh muatan kurikulum. Dan inilah yang menjadi titik pengikat medan makna bagi seluruh kompetensi yang akan diwujudkan dalam proses pendidikan. Oleh sebab itu, maka pendidikan harus melibatkan ulama sehingga nilai-nilai transenden ini dapat ditempatkan pada tempatnya yang sesuai dan pantas.
- Mengganti penggunaan kata “siswa” dengan kata “murid”. Karena arti murid lebih cocok untuk menunjukan peran murid yang aktif, berkehendak, dan mempunyai tujuan serta semangat dalam mencari ilmu. Oleh karena itu, sejak dari awal murid telah dikondisikan dalam keadaan yang aktif dan tidak pasif.
- Memberikan ruang aktifitas mandiri bagi murid dari mulai jenjang pendidikan menengah. Ruang aktifitas mandiri ini sangat diperlukan dalam rangka membentuk jiwa mandiri, keberanian, serta kepemimpinan seorang murid. Oleh karena itu, keberadaan OSIS dan organisasi intra sejenis lainnya sebagai ruang aktifitas mandiri bagi murid sesungguhnya tidak mencukupi kebutuhan ini. Karena yang dibutuhkan oleh murid adalah sebuah ruang dan waktu dimana mereka diberikan kesempatan untuk mengambil resiko, memutuskan dan pengalaman mengorganisasi kelompok sebaya, berinteraksi dengan masyarakat dan tokoh-tokohnya, bertemu dengan ulama, dan keluar dari sekat-sekat pagar sekolah yang mengkerdilkan jiwa dan semangat kepemudaan mereka. Karena kepemimpinan akan tumbuh dalam suasana seperti itu, maka organisasi Pelajar Islam Indonesia selayaknya didukung untuk berperan sebagai ruang dan waktu, suasana dan tempat bagi murid untuk mendapatkan latihan kepemimpinan tersebut.
- Kami kembali menegaskan bahwa konsep ilmu fardu ‘ain dan ilmu fardu kifayah sebagai basis bagi pengembangan pendidikan dan kebudayaan di Indonesia. Ini penting karena pengembangan pengetahuan sebagai kandungan pendidikan harus mengikuti tradisi keilmuan sebuah peradaban yang sesungguhnya. Dan dengan konsep ini pula, rancangan kurikulum itu seharusnya disusun.
Kita mengetahui dari sejarah bahwa
pendidikan yang telah diberikan oleh Rasulullah SAW kepada para sahabatnya
telah mampu membawa bangsa Arab keluar dari jahiliah kepada peradaban. Hanya
dalam waktu sekitar 30 tahun saja setelah pendidikan oleh Rasulullah SAW
diberikan, Islam telah menempatkan Arab sebagai pembebas dunia dari keserakahan
dan kesombongan Romawi dan Persia. Jika kita bandingkan dengan bangsa Indonesia
yang telah merdeka lebih dari 6o tahun, maka bangsa Indonesia belum mampu
menumbangkan keserakahan dan kesombongan bangsa yang lainnya yang masih
melakukan penjajahan di atas dunia yang hal itu bertentangan dengan pri
kemanuisaan dan peri keadilan.
Bukti empiris tersebut seharusnya mampu
membawa bangsa ini kepada kesadaran akan kebutuhan bangsa yang lebih dari 80
persen jumlah penduduknya adalah Islam, kepada tatanan pendidikan dan
kebudayaan yang adil dan beradab yang sesuai dengan Islam. Semoga beberapa
masukan ini menjadi manfaat bagi kita semua.
Billahi wal hidayah.
Pengurus Besar
Pelajar Islam Indonesia
Periode 2012-2015