Start By Reading

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang". الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ "Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam". الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ "Maha Pemurah lagi Maha Penyayang". مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ "Yang menguasai di Hari Pembalasan". إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ "Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan". اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ "Tunjukilah kami jalan yang lurus", صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ "(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat".
Wednesday, December 12, 2012

Proses Kehidupan Vol. 1

0 comments


pict by : http://ompuraka.blogspot.com/
Proses kehidupan kita berdasarkan utak-atik ayat Al-Qur’an..

Posted by Abu BMR in Tak Berkategori and tagged with hidup dan mati, jiwa, kehidupan, nyawa, ruh

Al-Qur’an memakai banyak istilah untuk roh/nyawa/jiwa (untuk selanjutnya saya memakai istilah : nyawa),  sebagai ‘sesuatu yang non-materil’ yang ada dalam diri kita, yang bersatu dengan jasad dan membuat kita menjadi hidup. Kadang-kadang memakai kata ‘nafs’, dilain waktu memakai istilah ‘ruh’. Namun kata ‘nafs’ tidak selalu merujuk kepada unsur non-materil tapi juga bisa dipakai untuk menunjukkan diri manusia secara keseluruhan, baik jasad maupun nyawa yang ada didalamnya, misalnya pada ayat ini :

Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. (al-Maadiah 32)


Kata ‘membunuh manusia’ diterjemahkan dari bahasa Al-Qur’an ‘qatala nafsan’ – membunuh nafs – tentu saja yang dimaksud disini bukan nyawanya yang dibunuh, karena nyawa tidak bisa mati, maka kata ‘nafs’ disini berarti manusia secara keseluruhan, manusia hidup yang terdiri dari jasad dan nyawa. Demikian pula dengan istilah ‘ruh’, kata tersebut juga memiliki banyak pengertian, juga diartikan sebagai : malaikat Jibril (al-Qadr 4), Al-Qur’an (asu-Shura 52), rahmat Allah (al-Mujadalah 22), disamping untuk menunjukkan nyawa yang ada dalam diri kita.

Istilah ‘hidup’ diartikan ‘bersatunya nyawa dengan jasad’ sedangkan kata ‘mati’ berarti sebaliknya, yaitu terpisahnya nyawa dengan jasad manusia. Dalam ayat lain Allah menjelaskan soal proses kematian :

pict by : http://ompuraka.blogspot.com/
Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu” (al-An’aam 93)

Jelas dikatakan ketika seseorang dalam keadaan skharatul maut, maka malaikat mencabut nyawa dengan penggambaran perkataan ‘akhrijuu anfusakum’ – keluarkanlah nafs-mu – untuk menunjukkan proses terpisahnya nyawa dengan jasad, proses ini dikatakan sebagai kematian. Sebaliknya dalam menjelaskan soal ‘kehidupan’, Al-Qur’an menyatakan :

Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina. Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (as-Sajadah 7-9)

Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa kehidupan manusia dimulai ketika ‘ruh’ ditiupkan kedalam jasad yang sedang dalam proses penyempurnaannya di dalam rahim. Ketika ‘ruh’ tersebut masuk maka saat itu manusia dikatakan sudah menjalani kehidupannya. Terdapat perbedaan ‘cara keluar masuk’ nyawa kita, ketika malaikat mengeluarkannya dari jasad, istilah yang dipakai adalah ‘mencabut’, sedangkan disaat dipersatukan, Al-Qur’an memakai istilah ‘ditiupkan Allah’. Ini menjadi suatu hal yang menarik untuk didalami. Menurut saya, dengan memakai kata-kata ini, Allah memberikan sinyal tentang hakekat nyawa manusia, bahwa ketika nyawa tersebut dipersatukan dengan jasad, ada ‘kedekatan’ yang ingin ditunjukkan Allah antara Dia dengan makhluk-Nya. Allah tidak memakai istilah ‘memasukkan’ atau ‘menempatkan’ ruh kedalam jasad. Kata ‘meniupkan’ memberi kesan antara yang melakukan ‘peniupan’ dengan sasarannya ada koneksi yang sangat kuat. 

Sebaliknya ketika kata yang dipakai adalah ‘mencabut’, yaitu terpisahnya nyawa dengan jasad, disitu muncul kesan ‘keengganan’ dari manusia untuk melepaskan nyawa tersebut. Lalu ketika Al-Qur’an menceritakan tentang masuknya nyawa kedalam jasad, si Pelakunya merujuk kepada Allah secara langsung, berbeda dengan ketika peristiwa kematian, pihak yang diinformasikan untuk melakukannya adalah malaikat. Juga pemakaian istilah yang berbeda, ketika masuk dipakai kata ‘ruh’, sedangkan disaat keluar digunakan kata ‘nafs’. Apakah ini untuk memberikan kesan bahwa ketika nyawa belum menyatu dengan jasad manusia, dia adalah sesuatu yang murni sebagai hamba Allah yang belum memiliki ‘hitung-hitungan’ pahala dan dosa, lalu ketika dicabut dari jasad dan dipanggil sebagai ‘nafs’, nyawa tersebut sudah ‘terkontaminasi’ oleh segala perbuatan selama hidup di dunia..?? wallahu’alam. Ini hanya kesan yang saya tangkap dari pemakaian istilah Al-Qur’an, anda dipersilahkan untuk merenungkannya sendiri.

Nyawa manusia merupakan sesuatu yang diciptakan Allah dari ketiadaan, sebelumnya tidak ada lalu diadakan. Al-Qur’an menjelaskan :

Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedang ia tidak ada sama sekali? (Maryam: 67)

Kata ‘al-insaan’ merujuk kepada manusia secara keseluruhan yang terdiri dari jasad dan nyawa, maka pernyataan ‘sedang ia tidak ada sama sekali’ menunjukkan bahwa baik nyawa dan jasad tersebut dulunya tidak ada, lalu Allah menciptakan menjadi ada.

Perjalanan hidup manusia diinformasikan Al-Qur’an dengan 2 kali pergantian antara hidup dan mati, diabadikan Allah melalui penyesalan orang-orang kafir ketika dihadapkan kepada neraka :

Mereka menjawab: “Ya Tuhan kami Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?” (Ghaafir: 11)

Awalnya manusia dikatakan mati, yaitu dalam kondisi nyawa yang tidak memiliki jasad. Nyawa yang sudah diciptakan Allah tersebut masih ‘menunggu giliran’ untuk ditiupkan kedalam jasad yang akan berproses dalam rahim. Kita diinformasikan bahwa nyawa kita pada saat itu telah mengadakan suatu perjanjian dengan Allah, bahwa kelak ketika sudah disatukan dengan jasad dan menjalani kehidupan maka kita akan menjalankan penghambaan kepada-Nya, menyembah Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang pantas untuk disembah :

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”, (Al-A’raaf: 172)

Desain manusia telah ditetapkan Allah sebagai makhluk yang beriman, makanya manusia yang terlahir pasti dalam keadaan suci/fitrah. Hadits Rasulullah menyatakan :

Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: “Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi seorang Yahudi, seorang Nasrani maupun seorang musyrik.” Lalu seorang laki-laki bertanya: “Ya Rasulullah! Bagaimana pendapat engkau kalau anak itu mati sebelum itu?” Beliau menjawab: “Allah lebih tahu tentang apa yang pernah mereka kerjakan.”

‘Fitrah’ disini diartikan adalah dalam keadaan sebagai seorang Muslim – orang yang berserah diri – makanya ketika dia mulai menjalani proses kehidupan maka lingkungan akan berpotensi untuk ‘melencengkannya’ untuk keluar dari keadaannya sebagai seorang Muslim, menjadi penyembah Tuhan yang lain.

Ketika nyawa sudah ditiupkan dan bersatu dengan jasad, manusia dikatakan sebagai ‘hidup’, inilah kehidupan yang pertama, berjuang untuk membuktikan diri sebagai hamba Allah yang taat kepada perjanjian yang telah dibuat pada fase sebelumnya, terombang-ambing menghadapi cobaan dan ujian, silih berganti antara perbuatan baik dan dosa, meminta ampun dan taubat lalu kembali melakukan maksiat dan perbuatan buruk. Dalam menjalankan proses kehidupan yang pertama ini, Allah tidak melepaskan manusia begitu saja, Dia mengirim utusan, menyampaikan kitab suci, yang harus dijadikan pedoman agar manusia tidak tersesat, Dia memberikan kekuatan dan pertolongan bagi manusia yang meminta tolong kepada-Nya, sehingga apabila akhirnya manusia telah melakukan kesesatan dalam menjalani kehidupannya, itu semata-mata berasal dari pilihan manusia itu sendiri.

pict by : http://ompuraka.blogspot.com/
Selesai menjalani kehidupan, kita memasuki proses kematian, terpisahnya kembali nyawa dari jasad. Nyawa kita tersebut disimpan dalam ‘ruang tunggu’ di alam barzakh, sedangkan jasad dikembalikan ke bumi, hancur dan musnah dimakan cacing. Proses keluarnya nyawa dari jasad tergantung amalan kita selama hidup. Bagi orang kafir yang ingkar kepada Allah digambarkan :

Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras, (an-Naaziat 1)
Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila malaikat mencabut nyawa mereka seraya memukul-mukul muka mereka dan punggung mereka? (Muhammad: 27)
Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata): “Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar”, (tentulah kamu akan merasa ngeri). (Al-Anfaal: 50)


Sebaliknya bagi orang beriman, Al-Qur’an menyatakan :
dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lembut, (An-Naazi’aat:2)

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (Fussilat: 30)

(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): “Salaamun’alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan”. (An-Nahl: 32)

-> Bersambung

Leave a Reply

DisClaimer Notes: Jika di Blog kami ditemukan kesengajaan dan atau tidak sengaja menyakiti siapa pun dan dalam hal apapun termasuk di antaranya menCopas Hak Cipta berupa Gambar, Foto, Artikel, Video, Iklan dan lain-lain, begitu pula sebaliknya. Kami mohon agar melayangkan penyampaian teguran, saran, kritik dan lain-lain. Kirim ke e-mail kami :
♥ amiodo@ymail.com atau ♥ adithabdillah@gmail.com