pict by : http://ompuraka.blogspot.com/ |
Super Hero atau Pahlawan Super
Gamplang saja Siapapun sah-sah saja menyebut diri sebagai Sang Hero, Super Hero, King of Hero atau apa saja tanpa harus dipublis ke media atau lewat corong masjid dan lain-lain sebagainya. Toh, orang yang berprofesi sebagai pendidik saja, disebut sebagai "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa". Iya..! yang penting persyaratan menjadi seorang pahlawan itu terpenuhi.
Dari definisi Umum, Pahlawan
adalah gelar untuk orang yang dianggap berjasa karena telah berbudi baik
terhadap orang banyak. Namun makna ini terbatas untuk negara yang menganut
ideologi sekuler. Maka dari itu mudah sekali bagi institusi tertentu
memperjuangkan seseorang agar diberi gelar pahlawan asalkan orang tersebut
berkontribusi apapun (tidak dibatasi hukum syara) maka akan diberi penghormatan
luar biasa karena orang tersebut dianggap oleh orang banyak telah menebar
kebaikan saat menduduki suatu jabatan yang cukup berpengaruh.
Meskipun
sebenarnya yang ditebarkan adalah ide yang merusak dan bertentangan dengan
hukum agama. Seperti itulah kalau sistem yang dipakai adalah sekuler, tidak ada
hukum agama yang dipakai, caranya melalui pendapat orang banyak jadi mirip
dengan pemilu.
Jika memang demikian, pak Jokowi untuk sementara saya nobatkan sebagai pahlawan sekaligus artis. Karena memang secara gebrakan-gebrakannya belum ada yang aku jumpai ada sosok pemimpin yang gesit, cepat, tangkas dan luwes dan digemari oleh banyak orang dalam kehidupan sehari-hari.
Jika memang demikian, pak Jokowi untuk sementara saya nobatkan sebagai pahlawan sekaligus artis. Karena memang secara gebrakan-gebrakannya belum ada yang aku jumpai ada sosok pemimpin yang gesit, cepat, tangkas dan luwes dan digemari oleh banyak orang dalam kehidupan sehari-hari.
Berbeda
halnya dengan konsep pahlawan dalam Islam. Pahlawan dalam Islam adalah orang
yang berani memperjuangkan Islam sampai ia dimenangkan atau mati dalam
perjuangan tersebut. Orang-orang yang berjuang itu pun tidak memperdulikan
apakah ia bakal mendapat penghargaan atau tidak dari institusi manapun, yang
mereka harapkan adalah keridhaan dari Allah SWT. Sehingga para pahlawan
tersebut benar-benar ikhlas dalam perjuangannya.
Dalam
sejarah pemerintahan Islam terdapat beberapa contoh pahlawan-pahlawan luar
biasa, sebagai contoh pada masa kekhalifahan Imam Ali as sebagai pemerintahan
teladan dan sikap beliau dalam menghadapi para penentangnya, merupakan ihwal
yang patut dikaji. Kendati, situasi dan kondisi sosial politik di masa
pemerintahan Imam Ali as berbeda dengan kenyataan di era sekarang, namun
prinsip dan tindakan yang diterapkan Amirul Mukminin as dalam menyikapi
lawan-lawan politiknya bisa dijadikan sebagai pelajaran bagi setiap
pemerintahan di sepanjang sejarah. Amirul Mukminin berupaya menahan diri dan
tidak mengijinkan pasukannya untuk memulai pertempuran.
Ironisnya,
kesabaran dan kearifan yang ditunjukkan Imam Ali as itupun tak digubris.
Pertempuran yang lantas dikenal dengan Perang Jamal itu akhirnya berkobar juga.
Dan pasukan Thalhah dan Zubair menelan kekalahan besar. Meski sebagai pihak
pemenang, namun Amirul Mu’minin as memaafkan pasukan musuh yang tersisa bahkan
beliau pun masih bersikap baik kepada mereka. Marwan bin Hakam, salah seorang
pemimpin pemberontak kepada sahabat-sahabatnya berkata, “Kita telah bersikap
zalim terhadap Ali dan memutus baiat kita kepadanya tanpa alasan. Namun ketika
ia berhasil menundukkan kita, tak ada seorang pun yang lebih mulia dan pemaaf
yang bisa kita temui setelah Nabi saw kecuali dia (Imam Ali as)”.
Definisi
pahlawan dalam konsep Islam tersebut diambil dari penegasan al-Quran:
perangilah mereka sehingga tidak ada lagi penindasan, dan yang ada hanya
keadilan dan keimanan kepada Allah (QS, 2:193) Seluruhnya dan dimana saja (QS,
8:39). Dan kenapa kamu tidak berperang di jalan Allah. Dan untuk mereka yang
lemah laki-laki, perempuan, dan anak-anak yang berkata “Tuhan, keluarkanlah
kami dari kota ini yang penduduknya zalim; dan berilah kami dari pihak-Mu orang
yang dapat menjadi pelindung, dan berilah kami dari pihak-Mu penolong.” (QS,
4:75). Jadi pahlawan menurut konsep Islam adalah orang yang berjuang
mempertahankan kebenaran dan menolong umat manusia dari penjajahan fisik maupun
pemikiran.
pict by : http://ompuraka.blogspot.com/ |
Oleh karena demikian, bentuk-bentuk penobatan dan atau pengesahan sebagai pahlawan yang dicantumkan atau dipublishkan untuk dikenal, itu sangat tidak perlu. Hal ini dikwatirkan akan membuat ujub, iri, riya dari sebagian yang lain berangkat dari latar tabiat manusia yang rentan dengan adanya penyakit hati.
Cukuplah diri pribadi yang mengantarkan kewibawaan seseorang yang ia kagumi dari peristiwa dan pengalamannya sendiri. Itu artinya, tidak ada pemaksaan, tidak ada upaya yang mengakibatkan sisi lain terabaikan hanya untuk mengejar target nama.
Ibu, yang selama sembilan bulan menggendong bayi dalam kandungannya, kemudian melahirkan sang bayi dengan sehat tanpa atau bahkan ada kecacatannya, itu yang lebih pantas disanjung sebagai pahlawan di kalangan wanita. Ayah, yang keseharian berangkat pagi kemudian pulang petang, memeras keringat, membanting tulang, menafkahi keluarga, pun sah dan legal dianggap dan dinobatkan sebagai pahlawan.
Diri sendiri, selama 12 tahun mengenyam pendidikan di bangku sekolah, ditambah lagi ia harus menempuh 4-6 tahun di perguruan tinggi berjuang membebaskan diri dari penjajahan yang namanya kebodohan. Itu juga layak dinobatkan sebagai pahlawan.
Akhirnya, cukuplah diri menjadikan pahlawan-pahlawan itu sebagai acuan, motivasi, inspirasi dan tauladan agar kita bisa terus berkreasi, belajar, dan berkarya yang terbaik, untuk kebaikan hidup di dunia, lebih-lebih di akhirat kelak tanpa harus Ghuluw terhadap mereka. Wallahu a'lam
Cukuplah diri pribadi yang mengantarkan kewibawaan seseorang yang ia kagumi dari peristiwa dan pengalamannya sendiri. Itu artinya, tidak ada pemaksaan, tidak ada upaya yang mengakibatkan sisi lain terabaikan hanya untuk mengejar target nama.
Ibu, yang selama sembilan bulan menggendong bayi dalam kandungannya, kemudian melahirkan sang bayi dengan sehat tanpa atau bahkan ada kecacatannya, itu yang lebih pantas disanjung sebagai pahlawan di kalangan wanita. Ayah, yang keseharian berangkat pagi kemudian pulang petang, memeras keringat, membanting tulang, menafkahi keluarga, pun sah dan legal dianggap dan dinobatkan sebagai pahlawan.
Diri sendiri, selama 12 tahun mengenyam pendidikan di bangku sekolah, ditambah lagi ia harus menempuh 4-6 tahun di perguruan tinggi berjuang membebaskan diri dari penjajahan yang namanya kebodohan. Itu juga layak dinobatkan sebagai pahlawan.
Akhirnya, cukuplah diri menjadikan pahlawan-pahlawan itu sebagai acuan, motivasi, inspirasi dan tauladan agar kita bisa terus berkreasi, belajar, dan berkarya yang terbaik, untuk kebaikan hidup di dunia, lebih-lebih di akhirat kelak tanpa harus Ghuluw terhadap mereka. Wallahu a'lam
Salam
: A' (Di bawah naungan kabut yang lembab)
tapi terkadang kita lupa dan mungkin juga tidak tau apa saja yg kita lakukan benar kah seratus persen tidak ada yang tersakiti..
Mas'Ud :
kodrat'y hamba yang serba kkurangaan kale yah mas...
tapi itulah, pandangan sy mengatakan, tidaklah org yg mengejar2 drajat lbh tggi, ingin di sanjungi, dikhawatirkan yg demikian mngndung unsur2 ujub, riya dsb. dsmping tu jg, dgn mnjadikan diri sbg panutan, maka usaha kita adalah membangunkan kesadaran agar kita berusaha berlaku positif dlm sgla hal. wallahu a'lam