pict by : http://ompuraka.blogspot.com/ |
Malu
itu Untuk Siapa dan Takut itu Untuk Siapa?
Di
suatu malam kami pernah melakukan perjalanan jauh dan melewati beberapa tempat
yang menjadi sarang binatang buas. Tiba-tiba di tempat itu ditemukan seorang
lelaki yang sedang tidur nyenyak, sementara kudanya dibiarkan merumput
disamping kepalanya.
Kami
mencoba menggerakkan tubuhnya dan akhirnya dia terbangun.
”
Tidakkah kamu takut tidur di
tempat yang sangat berbahaya? Ini adalah tempat yang jadi sarang binatang buas,
” kami mencoba mengngatkannya.
Namun
lelaki itu tidak menampakkan ketakutan sama sekali di wajahnya. Dia mengangkat
kepalanya lalu berkata,
”
Saya malu kepada Allah untuk
takut pada selainNya.“
Dia
meletakkan kepalanya lalu tidur kembali..
Kisah sederhana seperti di
itu sudah sering kita dengar. Pun pengalaman telah banyak mengajarkan kepada
kita perihal Malu dan Takut. Jika waktu kecil dulu, untuk bertemu dengan
saudara sepupu yang datang dari kota, sikap grogi, kaku, tidak PD di depan sang
sepupu *ya… khannn?, ngaku dech”. Umur
remaja, si sahabat mengajak ngapel di rumah pacarnya, tak karuan keringat
dingin keluar lantaran malu berada di rumah orang. Tua-tua jamak pun demikian,
malu pada tetangga karena tidak ikut shalat berjemaah di masjid. Sementara Pak
Haji dekat rumah, tak pernah absen bahkan tak pernah lewat dari azan untuk ke
masjid. Lalu Takut itu sendiri, bagaimana?
pict by : http://ompuraka.blogspot.com/ |
Sebenarnya kita tak perlu malu
yang berstandarkan pada aktifitas dan dimensi hidup kita sesama hamba/budak/manusia.
Itu hanyalah malu semu yang hanya akan sikap munafik dan sombong dari tiap-tiap
diri. Tapi rasa malu itu seharusnya hanya kepada Allah Azza Wa Jalla. Karena
Dialah yang Maha Melihat seluruh gerakan dan tingkah laku kita. Tidak ada
tindakan yang luput dari pandangan-Nya. Semakin tinggi malu kita pada Allah
semakin terjaga kita dari kesalahan. Inilah malu yang sebenarnya.
Rasulullah SAW bersabda, ''Hendaklah kamu merasa malu kepada Allah SWT dengan malu yang sebenarnya.'' Para sahabat menjawab, ''Ya Nabiyullah, alhamdulillah kami sudah merasa malu.'' Kata Nabi, ''Tidak segampang itu. Yang dimaksud dengan malu kepada Allah SWT dengan sebenarnya malu adalah kemampuan kalian memelihara kepala beserta segala isinya, memelihara perut dan apa yang terkandung di dalamnya, banyak-banyak mengingat mati dan cobaan (Allah SWT). Siapa yang menginginkan akhirat hendaklah ia meninggalkan perhiasan dunia. Siapa yang telah mengamalkan demikian, maka demikianlah malu yang sebenarnya kepada Allah SWT.'' (HR Tirmidzi dan Abdullah bin Mas'ud).
Rasulullah SAW bersabda, ''Hendaklah kamu merasa malu kepada Allah SWT dengan malu yang sebenarnya.'' Para sahabat menjawab, ''Ya Nabiyullah, alhamdulillah kami sudah merasa malu.'' Kata Nabi, ''Tidak segampang itu. Yang dimaksud dengan malu kepada Allah SWT dengan sebenarnya malu adalah kemampuan kalian memelihara kepala beserta segala isinya, memelihara perut dan apa yang terkandung di dalamnya, banyak-banyak mengingat mati dan cobaan (Allah SWT). Siapa yang menginginkan akhirat hendaklah ia meninggalkan perhiasan dunia. Siapa yang telah mengamalkan demikian, maka demikianlah malu yang sebenarnya kepada Allah SWT.'' (HR Tirmidzi dan Abdullah bin Mas'ud).
Demikian halnya rasa Takut. Pengalaman
ketakutan yang sering kita alami lantaran emosional yang tidak terkontrol
adalah salah satu faktornya. Hal seperti itupun tidak perlu sebab rasa takut
itu akan ditepis oleh adanya intervensi yang maha Kuasa yang mengatur dimensi Alam
Semesta beserta isinya. Oleh karena itu, Rasa Takut yang demikian seharusnya
kita tanamkan dalam diri.
Takut kepada Allah adalah
takut kepada murka, siksa dan azab-Nya. Ada banyak ayat yang membicarakan
tentang takut kepada Allah dan perintah Allah kepada kita untuk memilih sifat
tersebut, satu diataranya ayat itu adalah firman Allah yang artinya:
Orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya
dan mereka tidak merasa takut kepada seseorangpun selain kepada Allah.
Dan cukuplah Allah sebagai
pembuat perhitungan (QS. 33:39). Ini berarti takut kepada selain Allah tidaklah
bisa dibenarkan. Dengan memiliki rasa takut kepada Allah, kita akan memperoleh
keberuntungan yang besar, diantara dalilnya adalah firman Allah yang artinya:
Dan Barangsiapa yang takut kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah
dan bertaqwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapatkan
kemenangan (QS. 24:52).
Akhirnya, wujud taqwa yang
sebenarnya adalah menjaga malu dan rasa takut itu dan mengarahkan hanya kepada
Allah Azza wa Jalla. Wallahu a’lam bishawwab.
Salam
: A’ *(^_^)