Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat
dan salam semoga terlimpah kepada hamba dan utusan-Nya, Muhammad bin
Abdillah, keluarga dan para sahabatnya.
Pemimpin yang adil merupakan anugerah yang luar biasa dari Allah
bagi umat manusia. Melalui dia, Allah melimpahkan kebaikan dan
keberkahan sebagaimana yang terjadi pada zaman Khulafa' Rasyidin dan
Umar bin Abdul Aziz radhiyallahu 'anhum.
Allah sangat memuliakan para pemimpin yang adil, sehingga
menjanjikan untuk mereka naungan pada hari yang tiada naungan kecuali
naungan-Nya. Yaitu hari di saat manusia dikumpulkan di padang mahsyar,
matahari didekatkan dan manusia tenggelam oleh keringat mereka.
Disebutkan dalam Shahihain, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
سَبْعَة يُظِلّهُمْ اللَّه فِي ظِلّه يَوْم لَا ظِلّ إِلَّا ظِلّه : إِمَام عَادِل
“Ada tujuh golongan, Allah akan menaungi mereka di bawah
naungan-Nya yang tiada naungan pada hari itu kecuali naungan-Nya: (Yang
pertama) Imam yang adil . . . ” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan menurut al-Qadhi ‘Iyadh, disebutkannya imam yang adil pada
urutan pertama karena banyaknya manfaat dan mashlahat yang
dihasilkannya. (Lihat: Syarah Sunan al-Nasai: 7/102)
Diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللَّهِ
عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ . .
.الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا
“Sesungguhnya orang-orang yang berbuat adil, kelak di sisi Allah
(mereka berada) di atas mimbar dari cahaya di sebelah kanan Allah Azza
wa Jalla. . . . yaitu mereka yang berbuat adil dalam hukum, keluarga,
dan apa saja yang mereka pimpin.”
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Sunan-nya dan beliau menghasankannya, dari hadits Abi Sa’id al-Khudri secara marfu’, “Manusia paling dicintai oleh Allah pada hari kiamat dan paling dekat tempatnya dengan Allah adalah pemimpin yang adil.”
Siapa Pemimpin yang Adil?
Ibnul Hajar rahimahullaah dalam Fathul Baari, ketika
menjelaskan tentang hadits naungan Allah di atas mengatakan, “Dan
penafsiran terbaik terhadap pemimpin yang adil adalah dia yang
mengikuti perintah Allah dengan meletakkan/ menempatkan segala sesuatu
pada tempatnya tanpa berlebihan dan meremehkan. Dan disebutkannya pada
urutan pertama karena banyaknya manfaat (yang diwujudkan) melaluinya.”
Pemimpin yang adil adalah mereka yang takut kepada Allah dan
menerapkan syariat-Nya di muka bumi. Karenanya, dia selalu berusaha
menjadikan rakyatnya mengikuti syariat Allah, menjaga agama mereka, dan
menunaikan hak-hak rakyatnya dengan baik.
Sebaliknya pemimpin yang tidak adil adalah mereka yang tidak takut
kepada Allah dan menelantarkan Syariat-Nya. Berbuat dalam
kepemimpinannya yang mendatangkan murka Allah, melarang rakyatnya
menerapkan syariat-Nya, dan bahkan berbuat sesuatu yang membahayakan
agama mereka. Maka pemimpin seperti ini tidak akan pernah termasuk
dalam tujuh golongan yang akan diberikan naungan oleh Allah pada hari
kiamat, tidak akan dicintai dan dimuliakan oleh-Nya.
Karena tidak adanya rasa takut kepada Allah, maka dia tidak banyak
pikir dalam menzalimi rakyatnya. Memeras melalui pajak atau menyedot
sumber daya alam mereka untuk kepentingan perutnya sendiri tanpa
memikirkan penderitaan rakyatnya. Hak-hak rakyat dia telantarkan dan
tidak ditunaikan. Maka kita berlindung kepada Allah dari kejahatan
pemimpin seperti ini. Kita memohon kepada-Nya agar tidak dipimpin oleh
orang-orang semacam itu. Karena, kepemimpinan mereka akan membahayakan
agama kita, kita dipaksa dengan kasar atau lembut untuk mengingkari
ajaran Rabb semesta Alam. Kemaksiatan dia biarkan, sedangkan amar ma’ruf
nahi munkar tidak ditunaikan. Bahkan, ketika sekelompok dari umat
Islam yang bangkit untuk menerapkan ajaran Tuhannya dan menegakkan amar
ma’ruf nahi munkar, serta merta disudutkan dan diperangi. Wal ‘yadhu
billah!
Doa Apa yang Bisa Dipanjatkan?
Dalam tulisan terdahulu, Doa Agar Terhindar dari Musibah Agama
disebutkan beberapa kandungan yang ada di dalamnya. Ringkasnya: supaya
kita diberikan kebaikan dalam urusan dien sehingga menghantarkan kita
kepada surga-Nya. Lalu kita berlindung kepada Allah dari musibah yang
menimpa agama kita dan memohon jangan dijadikan dunia sebagai tujuan
utama hidup kita. Dan di penghujung doa disebutkan,
وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لَا يَرْحَمُنَا
“Dan janganlah Engkau kuasakan atas kami orang-orang yang tidak menyayangi kami."
Yaitu memohon agar jangan dijadikan sebagai umat yang dikalahkan dan
dikuasai orang-orang kafir dan orang-orang zalim. Dan memohon agar
Allah tidak menjadikan orang-orang zalim sebagai penguasa atas kita,
karena pemimpin yang zalim tidak akan mengasihi rakyatnya.
Bahaya Pemimpin Zalim
Pemimpin yang durhaka kepada Rabbnya dan bertindak zalim kepada
rakyatnya menjadi sebab dihancurannya suatu negeri. Allah Ta’ala
berfirman,
وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ
قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا
الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami
perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya
menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu,
maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami),
kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS. Al-Isra’: 16)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang makna ayat di atas, “Kami beri
kuasa orang-orang buruknya, lalu mereka bertindak durhaka di dalamnya.
Maka apabila mereka telah bertindak seperti itu, aku hancurkan mereka
dengan adzab.” (Lihat: Tafsir Ibnu Katsir terhadap ayat tersebut)
Dan itulah makna firman-Nya,
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا فِي كُلِّ قَرْيَةٍ أَكَابِرَ مُجْرِمِيهَا لِيَمْكُرُوا فِيهَا
“Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat
yang terbesar agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu.” (QS.
Al-An’am: 123)
Dan ketika jumlah para pemimpin dan penguasa negeri yang seperti itu
bertambah banyak –dan di akhir zaman jumlah mereka semakin banyak,
maka kehancuran negeri itu semakin dekat. Hal seperti yang dikatakan
Imam Al-‘Ufi, dari Ibnu Abbas tentang makna QS. Al-Isra’: 16 di atas
adalah: aktsarnaa ‘adadahum (Kami perbanyak jumlah mereka). Dan
seperti itu pula yang dikatakan Ikrimah, al-Hasan al-Bashri,
al-Dhahak, Qatadah, al-Zuhri dan lainnya. (Lihat: Tafsir Ibnu Katsir
dalam penafsiran ayat tersebut).
Karenanya kita berlindung kepada Allah dari memiliki pemimpin yang
durhaka kepada Allah, menelantarkan syariat-Nya dan tidak mengasihi
rakyatnya. Salah satunya dengan membaca doa yang sangat agung berikut
ini:
"Ya Allah, karunikanlah untuk kami rasa takut kepadaMu yang dapat
menghalangi kami dari bermaksiat kepada-Mu, dan (karuniakanlah untuk
kami) ketaatan kepada-Mu yang dapat menyampaikan kami kepada surga-Mu,
serta (karuniakanlah untuk kami) keyakinan hati yang dapat meringankan
kami dari berbagai cobaan dunia. Jadikankan kami bisa menikmati dan
memanfaatkan pendengaran, penglihatan, dan kekuatan kami selama kami
hidup.
Dan jadikan semua itu sebagai pewaris bagi kami (tetap ada pada
kami sampai kematian). Jadikanlah kemarahan dan balas dendam kami hanya
kepada orang-orang yang menganiaya kami, dan tolonglah kami terhadap
orang-orang yang memusuhi kami. (Ya Allah) Janganlah Engkau jadikan
musibah kami adalah yang terjadi pada dien kami, dan janganlah Engkau
jadikan dunia sebagai tujuan terbesar kami dan puncak dari ilmu kami,
dan janganlah Engkau kuasakan atas kami orang-orang yang tidak
menyayangi kami." (HR. Al-Tirmidzi dalam Sunannya no. 3502, al-Nasai
dalam 'Amal al-Yaum wa al-Lailah no. 402, Al-Hakim 1/528, Al-Baghawi no.
1374 dari hadits Ibnu Umar. Imam al-Tirmidzi mengatakan hasan Gharib.
Syaikh Al-Albani menghassankan hadits ini dalam Shahih al-Jami'
al-Shaghir no. 1268)
Wallahu Ta’ala a’lam…--suaramedia--