“Bang… kenapa abang sedih? Apakah karena hari ini adek menikah? Percayalah… semua akan tetap seperti sedia kala. Adik masih bebas. Kita masih akan terus bersama…”
Aku tersenyum. Antara ingin tertawa atau tersenyum tanpa sebab.
Kau masih seperti dulu dek…
Masih ingat tidak? Aku mengenalmu ketika engkau masih memakai celana pendek birumu ketika kita pertama bertemu. Dipertemukan oleh nasib dan kesamaan kegemaran di bidang seni teater. Entah bagaimana kita bisa begitu dekat. Mungkin juga oleh sebuah masa lalu yang tak ingin kubuka pada dunia. Tentang rasa.
Entah! Saat itu, yang ingin kulakukan hanyalah membuka mata dunia bahwa kau adalah kemilau permata. Hanya saja ada beberapa butir debu yang menutupi kemilaumu. Bagi-ku engkau pintar dek. Sungguh!
Kau tau dek, apa yang paling aku ingat?
Terkadang, kita usil membaca diari adek kita, Asep, dan kita tertawa terbahak-bahak membaca peringatan di sampul buku itu yang ditulis oleh Asep kecil dengan huruf kapital “SIAPAPUN YANG MEMBACA BUKU HARIAN INI TANPA SEIJIN SAYA, AKAN SAYA KUTUK MENJADI ORANG BODOH!” hohohoho….
Atau, ketika mama ‘kita’ menyuruh engkau membaca buku-buku islami yang kerap beliau belikan, yang lantas terjadi dialog yang membuat aku tertawa terbahak-bahak.
“Aku sudsah tau isinya, Mom.” Katamu
“Emang apa? Perasaan mama belum pernah lihat kau membaca bukunya?” Ujar mama heran
“Pokoknya isisnya tentang yang baik-baik!”
hahahaha… konyol sekali! Nampaknya kita sudah terkena mantra kutukan Asep, karena kita sering membaca buku hariannya dan kita mentertawakan ke-childisannya seolah kita tak pernah ‘terdampar’ pada umur yang sama.
Dan hari ini… apa yang harus kuucapkan?
Kebahagiaanmu adalah kebahagiaanku dek
Maka, ketika hari ini kau bahagia, aku lebih berbahagia…
Jagalah kebahagiaan ini abadi dan selalu dalam Ridho-Nya dek…
Aku menyayangimu karena Allah, selamanya…
Doakan agar abang secepatnya menemukan-‘nya’, seorang muslimah terbaik yang bersamanya kami akan menyulam kehidupan. Demi Allah….
Barakallah dek….
Ingat! Jangan ajari anakmu nanti kenakalan yang sama sepertimu dulu