Penulisan tafsir Fi Zhilalil Qur`an, karya Sayyid Quthb dibagi menjadi dua periode. Periode sebelum dipenjara dan periode ketika di penjara. Antara Oktober 1952 dan Januari 1954, ia meluncurkan 16 juz dari Zhilal.
Ketika dimasukkan penjara untuk pertama kalinya, Januari hingga Maret 1954, Quthb berhasil menerbitkan dua juz Zhilal, juz ke-17 dan juz ke-18. Ia kemudian dibebaskan, tapi November 1954 ia bersama ribuan jamaah Ikhwanul Muslimin ditangkap lagi dan dijatuhi hukuman 15 tahun.
Selama dipenjarakan, ia merevisi tiga belas juz pertama tafsir Qur`annya dan menulis beberapa buah buku, termasuk Hadzad Diin (Inilah Islam) dan Al-Mustaqbal Hadzad Diin (Masa Depan di Tangan Islam). Sebelumnya, Quthb berhasil menerbitkan 16 juz dari Tafsir Zhilal sebelum ia dipenjara.
Hamka mulai menulis tafsirnya pada tahun 1958. Awalnya dilakuan lewat kuliah subuh pada jamaah di masjid Al Azhar Kebayoran Baru, Jakarta. Ia memulai penafsiran dari surah al Kahfi juz XV. Mulai tahun 1962, kajian tafsir yang dicermahkannya itu dimuat di majalah Gema Islam.
Dua tahun kemudian, tepatnya 27 Januari 1964, Hamka ditangkap penguasa Orde Lama (Soekarno) dengan tuduhan berkhianat terhadap tanah air. Penahanan ini berlangsung sekitar dua tahun. Dan ini menjadi berkah bagi ulama yang juga sastrawan itu. Dalam rentang waktu di tahanan itulah ia bisa menyelesaikan penulisan tafsirnya. Beberapa hari sebelum pindah ke tahanan rumah, ia telah merampungkan tafsir Al-Qur’an 30 juz. Pada tahun 1967, tafsir itu untuk pertama kalinya terbit dengan nama Tafsir Al Azhar.
http://www.eramuslim.com/berita/tahukah-anda/dari-penjara-lahir-karangan-mulia.htm
Tidak seorang pun berharap atau menginginkan dapat ‘menginap’ di hotel prodeo alias penjara. Tapi bagaimana bila itu terjadi?
Bagi seorang muslim, hidup di luar penjara atau dalam penjara tidak ada bedanya ketika mereka mendapatkan nikmat dan cobaan. Semua terpulang bagaimana menghadapinya.
Menghadapi nikmat, ya hadapi dengan bersyukur. Ketika di penjara, satu-satu cara untuk menghadapinya adalah dengan bersabar, karena hal ini merupakan cobaan.
Sayyid Quthb dan Hamka dua sosok ulama yang nampaknya berhasil menghadapi cobaan berupa jeruji besi. Mereka terima dan jalani kehidupan dalam penjara, sebagai sebuah Qadha dan Qadar.
Mereka tidak memikirkan bagaimana pandangan masyarakat ketika mereka di penjara. Cukup saja, penilaian dan ridha Allah yang mereka harapkan.
Walau dalam penjara, mereka masih memikirkan bagaimana dapat berbuat banyak untuk masyarakat. Image bahwa para narapidana adalah sampah masyarakat, TIDAK TEPAT disematkan untuk mereka.
Semangat mereka tetap stabil. Cobaan tidak membuat semangat mereka menjadi padam. Sehingga menulis bagi mereka tidak perlu mood.
Bagi yang senang sejarah, silahkan mampir http://historyarnab.blogspot.com/