Sabtu pekan lalu menandai tujuh tahun mantan Perdana Menteri Israel
Ariel Sharon terbaring koma sejak diserang stroke 5 Januari 2006. Dia
kini tergolek tak berdaya dengan bantuan pelbagai alat medis, termasuk
respirator, dalam ruangan khusus di Rumah sakit Tel Hashomer, sebelah
timur Ibu Kota Tel Aviv.
Seperti biasa, tidak ada upacara khusus atau sekadar ucapan simpati buat lelaki 85 tahun itu. "Besok (Sabtu pekan lalu) juga tidak ada upacara khusus. Semua orang telah melupakan dia," kata Raanan Gissin, bekas penasihat Sharon, saat dihubungi merdeka.com melalui telepon selulernya Jumat pekan lalu.
Padahal, ketika masih berjaya, Sharon dicap sebagai raja politik di negara Zionis itu. Setelah menarik pasukan dan permukiman dari senatero Jalur Gaza, Agustus 2005, dia keluar dari Likud, partai yang membebsarkan nama dia. Dia membentuk Kadima sambil mengajak sejumlah pentolan Likud, yakni Ehud Olmert dan Tzipi Livni.
Hasilnya tidak sia-sia. Kadima menang dalam pemilihan umum Maret 2006 dan Olmert menjabat perdana menteri setelah menjadi pelaksana tugas lantaran Sharon tidak kunjung sembuh. Ini membuktikan betapa kuatnya pengaruh Sharon. Meski dengan partai baru, mereka bisa mengalahkan dominasi tradisional Likud dan Buruh.
Itu dulu, nama Sharon kini kian tenggelam. Bahkan sudah dilupakan orang. "Tidak ada lagi yang ingat Sharon," Gissin menegaskan. Bahkan, dia mengklaim tidak pernah ada politisi mengunjungi Sharon dalam beberapa tahun terakhir.
Sharon sempat pulang ke tanah peternakannya di gurun Negev, selatan Israel, November 2010. Kepulangan Sharon merupakan hasil rembukan dokter dengan keluarga. Selama di sana, Sharon mendekam di ruangan steril dan diawasi secara ketat oleh tim medis.
"Hari ini (Jumat) pada 2010, keinginan semua pasien, keinginan kita dari pihak rumah sakit, memastikan siapa saja pasien kronis jika mungkin berada di rumahnya," ujar Profesor Shlomo Noy, direktur pemulihan Rumah Sakit Tel Hashomer, seperti dilansir the Telegraph.
Tapi itu tidak berlangsung lama. Sharon dikembalikan ke rumah sakit karena pemerintah menolak membayar ongkos tambahan perawatan di rumah Sharon. Sesuai undang-undang, negara menanggung ongkos perawatan kesehatan perdana menteri selama di rawqat di rumah sakit. Menurut Komite Keuangan Knesset (parlemen Israel), ongkos pengobatan Sharon saban tahun sekitar USD 440 juta atau setara Rp 4,25 triliun.
Pihak keluarga bertahan dengan keputusan mereka, Sharon harus diupayakan agar kembali pulih. Tapi buat rakyat Israel, dia telah mati.
Seperti biasa, tidak ada upacara khusus atau sekadar ucapan simpati buat lelaki 85 tahun itu. "Besok (Sabtu pekan lalu) juga tidak ada upacara khusus. Semua orang telah melupakan dia," kata Raanan Gissin, bekas penasihat Sharon, saat dihubungi merdeka.com melalui telepon selulernya Jumat pekan lalu.
Padahal, ketika masih berjaya, Sharon dicap sebagai raja politik di negara Zionis itu. Setelah menarik pasukan dan permukiman dari senatero Jalur Gaza, Agustus 2005, dia keluar dari Likud, partai yang membebsarkan nama dia. Dia membentuk Kadima sambil mengajak sejumlah pentolan Likud, yakni Ehud Olmert dan Tzipi Livni.
Hasilnya tidak sia-sia. Kadima menang dalam pemilihan umum Maret 2006 dan Olmert menjabat perdana menteri setelah menjadi pelaksana tugas lantaran Sharon tidak kunjung sembuh. Ini membuktikan betapa kuatnya pengaruh Sharon. Meski dengan partai baru, mereka bisa mengalahkan dominasi tradisional Likud dan Buruh.
Itu dulu, nama Sharon kini kian tenggelam. Bahkan sudah dilupakan orang. "Tidak ada lagi yang ingat Sharon," Gissin menegaskan. Bahkan, dia mengklaim tidak pernah ada politisi mengunjungi Sharon dalam beberapa tahun terakhir.
Sharon sempat pulang ke tanah peternakannya di gurun Negev, selatan Israel, November 2010. Kepulangan Sharon merupakan hasil rembukan dokter dengan keluarga. Selama di sana, Sharon mendekam di ruangan steril dan diawasi secara ketat oleh tim medis.
"Hari ini (Jumat) pada 2010, keinginan semua pasien, keinginan kita dari pihak rumah sakit, memastikan siapa saja pasien kronis jika mungkin berada di rumahnya," ujar Profesor Shlomo Noy, direktur pemulihan Rumah Sakit Tel Hashomer, seperti dilansir the Telegraph.
Tapi itu tidak berlangsung lama. Sharon dikembalikan ke rumah sakit karena pemerintah menolak membayar ongkos tambahan perawatan di rumah Sharon. Sesuai undang-undang, negara menanggung ongkos perawatan kesehatan perdana menteri selama di rawqat di rumah sakit. Menurut Komite Keuangan Knesset (parlemen Israel), ongkos pengobatan Sharon saban tahun sekitar USD 440 juta atau setara Rp 4,25 triliun.
Pihak keluarga bertahan dengan keputusan mereka, Sharon harus diupayakan agar kembali pulih. Tapi buat rakyat Israel, dia telah mati.
[fas]