Start By Reading

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang". الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ "Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam". الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ "Maha Pemurah lagi Maha Penyayang". مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ "Yang menguasai di Hari Pembalasan". إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ "Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan". اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ "Tunjukilah kami jalan yang lurus", صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ "(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat".
Tuesday, January 15, 2013

FILE NAME ITU BERJUDUL "TEROR"

0 comments


Tak adakah yang lebih menyenangkan daripada membuat orang terancam dan ketakutan??

Kalimat diatas saya kutip dari Prolog Novel Gadis Gurun karya Paox Iben Mudhaffar. Dan sepertinya kalimat tersebut sangat tepat untuk mewakili perasaan saya saat ini, tentang kondisi yang terjadi sekarang di negeri tercinta kita. Berita tentang penculikan, pembunuhan, amuk massa, peredaran narkoba, pelecehan seksual, dan lain sebagainya begitu dominan dalam media massa kita setiap harinya.


Otak kita persis seperti komputer, ia merekam berbagai peristiwa yang ada. Peristiwa-peristiwa itu kita kelompokkan dalam kategori-kategori tertentu. Pemilihan umum, liputan khusus, pidato presiden, demonstrasi mahasiswa, sidang umum DPR dan sebagainya. Semua peristiwa itu, kita simpan dalam satu kategori. Lalu kita berikan nama pada kategori itu ‘POLITIK’. Politik menjadi file name, otak kita menjadi mirip kamus. Setiap entry mempunyai sejumlah makna. Kapan saja kita menyaksikan peristiwa-peristiwa tersebut, kita akan merujuk pada kamus besar kita. (Jalaluddin Rakhmat, pengantar dalam buku Noam Chomsky, Maling Teriak Maling: Amerika Sang Teroris?)

Lalu, jika setiap hari otak kita selalu dicekoki dengan ‘entry’ yang sama oleh berita di media massa, maka kamus besar kita akan berisi kata-kata yang sama yakni ‘TEROR’. Dalam kamus Kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia karya J.S. Badudu, teror adalah usaha untuk menciptakan ketakutan, kengerian dan kekejaman oleh seseorang atau sekelompok orang.

Dewasa ini teror tersebut, menurut saya, telah menjadi semacam ‘New Brand’dalam media massa kita. Pemberitaan tentang hal-hal yang berbau ‘kekerasan’ adalah konsumsi kita sehari-hari. Akhir-akhir ini berita tentang penculikan, amuk massa, pelecehan seksual, dan teror bom yang terjadi di beberapa wilayah negeri ini, telah membuat kita merasa ‘ketakutan’. Sebuah ketakutan yang menurut saya ‘sengaja’ diciptakan mungkin oleh segelintir orang atau kelompok untuk maksud-maksud tertentu yang tersembunyi.

Namun, saya tidak sepenuhnya menyalahkan media massa yang sepertinya gencar memberitakan peristiwa-peristiwa tersebut, karena hal tersebut adalah tugas dari media massa. Akan tetapi hal ini tidak bisa kita pungkiri, jika dengan pemberitaan tersebut ‘mindset’ masyarakat awam akan terdoktrin jika pemerintahan negara ini seakan sengaja membuat warga negaranya hidup dalam keadaan terteror. Ketidak-nyamanan selalu mengintai kita dimanapun kita berada, ketakutan akan penculikan, amuk massa, bom, pelecehan seksual, dan sebagainya sangat dominan dalam otak kita. Lalu kita pasti akan bertanya-tanya, kemanakah penegak hukum kita??? Apakah mereka tidak bisa mengatasi keadaan ini??? Apakah hukum di negara ini telah mati??? Dan banyak apakah-apakah lainnya yang menjadi ekses dari ketidak-nyamanan tersebut.

Mindset seperti ini sepertinya sengaja ditanam agar keresahan dalam masyarakat bisa menjadi ‘Pohon Rindang’ yang siap ditebang sewaktu-waktu jika ‘Para Penanam’ ingin menggunakannya. Lalu, jika benar hal ini terjadi, maka kehidupan yang tentram dalam masyarakat sosial kita tidak akan pernah tercipta di negeri ini. Para Penanam tersebut sepertinya menjadikan masyarakat kita sebagai ‘ladang untuk bercocok-tanam’ untuk mengeruk keuntungan pribadi atau kelompoknya. Dan teror dalam masyarakat telah menjadi semacam benih unggul untuk menuai tujuan tersebut.

Kembali pada kalimat yang saya kutip dari novel karya Paox Iben Mudhaffar diawal tulisan ini. Saya ingin mengulang pertanyaan tersebut, tak adakah yang lebih menyenangkan daripada membuat orang terancam dan ketakutan??? Jawaban saya ada dua versi. Pertama jika saya menjadi ‘Para Penanam’ saya akan menjawab tak ada!!! Dan kedua jika saya menjadi ‘Pohon Rindang’ saya akan menjawab banyak sekali!!! Ya, banyak sekali hal menyenangkan yang bisa kita lakukan daripada membuat orang lain terancam dan ketakutan. Sebagaimana pohon rindang yang bisa banyak bermanfaat bagi kehidupan kita. Dedaunannya yang lebat bisa menjadi tempat berteduh, dahannya yang kuat bisa menjadi tempat menggantungkan ayunan, batangnya yang besar bisa menjadi tempat bersandar, dan akarnya yang menghujam dalam menjadi tempat menahan resapan air, bukankah itu menyenangkan???

Lalu, manakah yang akan kita pilih??? Menjadi Para Penanam yang serakah atau menjadi Pohon Rindang yang menyenangkan??? Saat ini kita seharusnya kembali kepada nurani masing-masing untuk menjawab pertanyaan tersebut, bukan balik bertanya pada nafsu kita, manakah yang akan kita pilih??? Karena jika balik bertanya pada nafsu kita, maka otak yang menjadi kamus besar kita akan terkontaminasi oleh kata-kata yang tidak bijak dan bajik, dan file name ‘TEROR’ dalam diri kita akan selalu meneror kita selamanya.

Wallahualam Bissawab.

Leave a Reply

DisClaimer Notes: Jika di Blog kami ditemukan kesengajaan dan atau tidak sengaja menyakiti siapa pun dan dalam hal apapun termasuk di antaranya menCopas Hak Cipta berupa Gambar, Foto, Artikel, Video, Iklan dan lain-lain, begitu pula sebaliknya. Kami mohon agar melayangkan penyampaian teguran, saran, kritik dan lain-lain. Kirim ke e-mail kami :
♥ amiodo@ymail.com atau ♥ adithabdillah@gmail.com